POLA KERJASAMA
TRIPUSAT PENDIDIKAN ISLAM
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Filsafat Ilmu yang dibina oleh Aan Aliyudin, M. Ag.
Oleh:
IBRAHIM HASANUDIN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM YAPATA AL-JAWAMI
BANDUNG
2011
KATA PENGANTAR
Puji beriring
syukur penulis panjatkan kepada Ilahi Robbi yang telah memberikan
karunia-Nya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat
beserta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para
keluarganya, para shahabatnya, dan kepada umat yang mengikuti ajaran serta
sunahnya.
Makalah yang
penulis susun ini mengandung pokok bahasan mengenai pola kerjasama tripusat
pendidikan Islam dengan sub-sub bahasannya yaitu unsur pokok pendidikan,
peranan keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam pendidikan Islam, dan pengaruh
timbale balik antara sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Makalah ini
penulis susun sebagai salah satu tugas mata kuliah Filsafat Ilmu yang dibina
oleh Aan Aliyudin, M. Ag.
Meskipun
makalah ini jauh dari kesempurnaan, penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Akhir
kata, penulis ucapkan Alhamdulillah dan terima kasih banyak kepada semua
pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga
segala kebaikannya mendapatkan balasan dari Allah SWT berupa pahala yang
berlipat ganda, amin.
Bandung,
Februari 2011
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang haq dan diridhai Allah SWT, diturunkan melalui
Nabi Muhammad SAW yang bertujuan untuk menyempurnakan akhlak.
Manusia adalah makhluk yang tak mungkin dapat
berdiri sendiri dan harus dididik, sesuai hakikatnya sebagai makhluk ciptaan.
Manusia juga dikaruniai berbagai potensi, dan selalu berusaha memenuhi
kebutuhannya dengan mudah yang didukung dengan berbagai macam teknologi yang
telah diciptakan.
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka
terciptalah teknologi yang berkaitan dengan pendidikan. Oleh sebab itu, Islam
sangat memperhatikan masalah pendidikan.
Pendidikan pertama sejak kelahirannya dialami oleh
manusia ketika berada di tengah-tengah keluarganya. Seorang ayah merupakan
figur yang benar-benar berpengaruh dalam pendidikan seorang anak. Demikian juga
figur-figur lain seperti kakek, nenek, saudara, dan lain-lain, secara langsung
dan tidak langsung sangat mempengaruhi pola pendidikan seseorang.
Karena adanya perkembangan zaman, akhirnya orang
tua memiliki keterbatasan dalam mendidik anaknya, sehingga tanggung jawab
pendidikan mereka serahkan ke sekolah atau madrasah.
Akhirnya seorang anak akan tumbuh dan berkembang
seiring dengan bertambahnya usia, sehinga ruang pergaulannya bukan hanya di
rumah dan sekolah saja. Ia juga akan menjadi bagian dalam suatu kumpulan
individu di lingkungannya (masyarakat). Maka terjadilah interaksi antara
dirinya dengan masyarakat sekitarnya, sehingga hal tersebut sangat berpengaruh
pada proses pendidikannya.
BAB II
POLA KERJASAMA
TRIPUSAT PENDIDIKAN ISLAM
A.
Unsur Pokok Pendidikan
Pada dasarnya pendidikan adalah
proses rekayasa atau rancang bangun kerpibadian manusia. Maka kedudukan manusia
dalam proses pendidikan menjadi sangat sentral.
Pendidik adalah orang dewasa yang
karena peranannya berkewajiban melakukan sentuhan pendidikan dengan subjek anak
didik. Orang tersebut berpredikat sebagai ayah, ibu, kakak, guru, ustad, dosen,
ulama, dan lain-lain. Predikat itu bukan jaminan bagi dirinya untuk
menjadi pendidik yang sebenarnya, karena masih tergantung pada kemampuan
melakukan sentuhan pendidikan dengan subjek anak didik dalam setiap relasinya..
Jika antara keduanya tidak terjadi sentuhan pendidikan dalam kebersamaannya,
maka yang terjadi diantara keduanya hanyalah pergaulan biasa dan bukan situasi
pendidikan. Setiap pendidik hanya akan mampu apabila berwibawa dan memiliki
keteladanan.
1.
Berwibawa
Wibawa diartikan sebagai sikap
dan penampilan yang dapat menimbulkan rasa segan dan rasa hormat sehingga
subjek (peserta didik) memperoleh pengayoman dan perlindungan. Rasa hormat dan
rasa segan bukan rasa takut sebagai kewibawaan palsu yang dapat ditimbulkan
dengan mudah melalui tekanan, paksaan, ancaman, sanksi, dan hukuman. Kewibawaan
palsu bahkan dapat dimiliki melalui sarana material (fisik). Pendidikan yang
berwibawa itu dilukiskan Allah SWT dalam Q. S. Al Furqon ayat 63:
"Dan hamba-hamba Allah yang
Maha Penyayang itu ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah
hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata
keselamatan".
2.
Keteladanan
Allah SWT berfirman dalam Q. S.
Al Ahzab ayat 21, "Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri
tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah
dan hari kemudian, dan yang banyak mengingat Allah".
Sifat-sifat pemimpin yang harus
dimiliki juga oleh pendidik antara lain cakap bergaul dan ramah tamah, sabar,
suka menolong, bijaksana, adil, percaya diri, memiliki kestabilan dan keseimbangan
emosi, jujur, rendah hati, sederhana, dapat dipercaya, disiplin, berpandangan
luas, kreatif, penuh inisiatif, dinamis (memiliki kemampuan untuk maju), dan
lain-lain. Semakin banyak sifat-sifat yang dimiliki peserta didik, maka besar
kemungkinannya untuk menjadi teladan.
Anak atau subjek didik adalah orang yang belum dewasa dan
sedang berada dalam masa perkembangan menuju pada kedewasaannya. Pada saat
kelahirannya tampak dengan jelas beberapa fakta yang mengharuskannya untuk
mendapat pendidikan. Berupa isaha orang dewasa untuk mengarahkannya agar
mencapai kedewasaan sesuai harapan orang dewasa atau masyarakatnya. Fakta-fakta
itu adalah:
a.
Setiap anak lahir
dalam keadaan tidak berdaya. Anak yang baru lahir tenaga fisik dan psikisnya
belum berfungsi secara maksimal sebagaimana orang dewasa umumnya. Dalam keadaan
tidak berdaya itu bahkan hidup atau matinya pun tergantung pada perlindungan
dan pemeliharaan orang lain, terutama kedua orang tuanya. Firman Allah SWT
dalam surat Al An'am ayat 151, "Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu
karena takut miskin. Kamilah yang member rizki kepadamu dan kepada mereka juga.
Janganlah kamu mendekati perbuatan keji yang terang maupun yang
tersembunyi".
b.
Setiap anak lahir
dalam keadaan belum dewasa. Ketidak berdayaan itu berkenaan juga dengan aspek
mental atau psikis anak, yang pada saat lahir dan beberapa bulan/ tahun setelah
itu belumlah berfungsi sebagaimana mental atau psikis orang dewasa. Kondisi itu
mengakibatkan anak belum mampu bertanggung jawab sendiri atas sikap dan
prilakunya, bukan saja kepada Allah SWT dan masyarakat, tetapi kepada dirinya
sendiri.
c.
Sikap anak tidak boleh
dibiarkan tidak dewasa. Kedewasaan merupakan syarat mutlak dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk
itu setiap anak harus menjadi dewasa agar dapat menjalani dan menjalankan hidup
dalam kehidupan bersama orang dewasa lainnya secara manusiawi. Kedewasaan yang
dimaksud adalah kemandirian (individualitas) sebagai satu diri dan sekaligus
kebersamaan (sosialitas) yang dijalankan sesuai petunjuk Allah SWT.
B.
Peranan Keluarga,
Sekolah, dan Masyarakat dalam Pendidikan Islam
Metode pendidikan Nasional
semesta, menyeluruh dan terpadu dalam rangka pembangunan umat Islam dan
masyarakat Indonesia seluruhnya, pada hakikatnya menjadi tanggung jawab seluruh
bangsa Indonesia dan dilaksanakan oleh keluarga masyarakat dan pemerintah.
Rencana pembangunan lima tahun
juga ditegaskan bahwa pendidikan adalah menjadi tanggung jawab bersama antara
keluarga, masyarakat, dan pemerintah, serta diusahakan agar dapat dimiliki oleh
seluruh rakyat sesuai dengan kemampuan masing-masing individu.
1.
Peranan Keluarga dalam
Pendidikan
Kita telah merasakan bahwa
keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat
karena dalam keluargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Batas
dan bicara pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan
berkembangnya watak, budi pekerti, dan kepribadian tiap-tiap manusia.
Pendidikan yang diterima dalam keluarga inilah yang akan digunakan oleh anak
sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan selanjutnya di sekolah.
Orang tua mempunyai tugas dan
tanggung jawab dalam keluarga terhadap
pendidikan anak, lebih bersikap menentukan: watak, budi pekerti, latihan
keterampilan, dan pendidikan kesosialan.
Selain daripada itu, penanaman
nilai-nilai pancasila, nilai-nilai keagamaan dan kepercayaan kepada Allah SWT
dimulai dalam keluarga.
2.
Peranan Sekolah/
Madrasah dalam Pendidikan
Sebagai akibat dari perkembangan
ilmu teknologi dan terbatasnya orang tua akan mengenai kedua hal tersebut,
orang tua tidak mampu lagi mendidik anaknya. Untuk tugas-tugas tersebut
diperlukan orang lain yang lebih ahli.
Prof. Dr. Sikun Pribadi (1982:
92) mengatakan, "Karena orang tua tidak mampu memberikan pendidikan selanjutnya
dalam berbagai kecakapan dan ilmu, kita dapat dapat menggambarkan masyarakat
tanpa sekolah. Di dalam sekolah bekerja orang-orang khusus didik untuk
keperluan mengajar".
Di dalam dunia pendidikan,
istilah sekolah sudah sangat lazim. Sekolah merupakan salah satu pusat pendidikan
yang diharapkan bisa mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia beriman dan bertaqwa kepad Tuhan Yang Maha
Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan danketerampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan (UU No. 2 tahun 1989, tentang sistem pendidikan
Nasional).
Sekolah dalam bahasa Inggris
disebut "school" atau di dalam dunia Islam disebut
"madrasah" adalah sebuah lembaga pendidikan formal, yaitu pendidikan
yang diselenggarakan secara sengaja, berencana terarah, dan sistematis.
Demikian pendapat Dr. Hadari Nawawi dalam bukunya tentang administrasi pendidikan.
Formalitas pendidikan madrasah
mulai terangkat ketika adanya usaha pemerintah Indonesia menghapus warisan
kebijakan Belanda yang membedakan antara sistem pendidikan madrasah dengan
sistem pendidikan sekolah biasa.
Di dalam UU No. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan
Nasional sekolah didefinisikan sebagai "Satuan pendidikan yang berjenjang
dan berkesinambungan untuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar".
Sekolah melakukan pembinaan pendidikan untuk peserta
didiknya didasarkan atas kepercayaan dan tuntutan zaman. Sekolah sebagai
lembaga pendidikan mempunyai tanggung jawab atas 3 faktor.
a. Tanggung Jawab Normal
Sekolah atau madrasah sebagai lembaga pendidikan,
sesuai dengan fungsi dan tujuan pensisikan, harus melaksanakan pembinaan
menurut ketentuan yang berlaku.
b. Tanggung Jawab Keilmuan
Sekolah atau madrasah sebagai lembaga pendidikan
memiliki tangung jawab mentransfer pengetahuan kepada anak didik.
c. Tanggung Jawab Fungsional
Sekolah atau madrasah selain harus melakukan pembinaan
sesuai ketentuan yang berlaku, sekolah juga harus bertanggung jawab melalui
pendidik (guru) untuk melakukan program yang terstruktur di dalam kurikulum.
3.
Peranan Masyarakat
dalam Pendidikan
Masyarakat apabila dilihat dari konsep sosiologi
adalah sekumpulan manusia yang bertempat tingal dalam satu kawasan dan saling
berinteraksi.
Masyarakat bila dilihat dari konsep pendidikan adalah
sekumpulan orang dengan berbagai ragam kualitas diri, mulai dari yang tidak
berpendidikan sampai pada yang berpendidikan tinggi.
Masyarakat bila dilihat dari lingkungan pendidikan
adalah lingkungan pendidikan nonformal yang memberikan pendidikan secara
sengaja dan berencana kepada seluruh anggotanya, tetapi tidak sistematis.
Secara fungsional masyarakat menerima semua anggotanya yang pluralistik
(majemuk) itu dan mengarahkan menjadi anggota masyarakat yang baik untuk
tercapainya kesejahteraan sosial para anggotanya, yaitu kesejahteraan mental,
spiritual dan fiskal atau kesejahteraan lahir dan batin.
Kalau di lembaga pendidikan, pendidiknya adalah guru,
maka di masyarakat yang menjadi pendidiknya adalah orang dewasa yang
bertanggung jawab atas pendewasaan anggotanya melalui sosialisasi lanjutan yang
diletakan dasar-dasar oleh keluarga dan juga sekolah sebelum mereka masuk ke
dalam masyarakat. Masing-masing anggotanya dengan penuh kesadaran dan tangung
jawab baik secara sendiri-sendiri atau secara bersama melaui institusi atau
lembaga yang dipimpinnya.
C.
Pengaruh Timbal Balik
antara Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat
1. Pembinaan
dan Tanggung Jawab Pendidikan pada Orang Tua
Pernikahan adalah ikatan lahir dan batin antara pria
dan wanita dalam Pasal 1 UU perkawinan No. 1tahun 1974 yang bertujuan untuk
membentuk keluarga bahagia dan sejahtera, maka lahirlah anak dan kita wajib
mendidiknya. Memelihara dan mendidik anak terus berlanjut sampai ia dikawinkan
dan mandiri. Bahkan menurut Pasal 45 ayat 2 kewajiban dan tanggung jawab orang
tua akan kembali apabila antara keduanya putus karena suatu hal, maka anak ini
kembali menjadi tanggung jawab orang tua, sebagaimana firman Allah SWT dalam
Al-Qur'an:
"Wahai
orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka".
Bila kita telaah secara mendalam memang benar tanggung
jawab pendidikan terbentuk di tangan kedua orang tua.
Tanggung jawab pendidikan yang perlu disadarkan dan
dibina oleh orang tua terhadap anak antara lain:
a. Memelihara, membesarkan agar kehidupan
berkelanjutan;
b. melindungi, mengayomi secara jasmani dan
rohani;
c. mendidik berbagai ilmu pengetahuan,
keterampilan yang berguna bagi kelangsungan hidupnya; dan
d. membahagiakan anak dunia dan akhirat dengan
memberikan pendidikan agama sesuai dengan ketentuan Allah SWT.
Agama Islam selalu mengingatkan pemeluknya agar
generasi berikutnya lebih baik dari generasi sebelumnya. Konsep pendidikan ini
telah dianut oleh bangsa Indonesia sehingga dimasukah ke dalam GBHN
(Garis-Garis Besar Haluan Negara).
Kesadaran akan tanggung jawab mendidik dan membina anak
secara terus menerus perlu dikembangkan kepada setiap orang tua. Mereka juga
perlu dibekali teori-teori pendidikan modern secara perkembangan zaman.
Pendidikan yang diberikan dapat digunakan untuk menghadapi lingkungan yang
lambat. Upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kualitas dari orang tua
antara lain dengan cara belajar seumur hidup, sebagaimana yang diajarkan oleh
Nabi Muhammad SAW, "Belajar seumur hidup dan menuntut ilmu itu wajib bagi
setiap muslim dan muslimat tanpa terkecuali".
Bermacam-macam kepribadian anak terbentuk oleh sebab
kepribadian orang tuanya. Bila kepribadian yang diwarnai dengan pelajaran agama
yang berkesinambungan, akan membawa anak yang menjadi anak yang dewasanya
manusia yang berkepribadian muslim. Ia akan dapat bergaul dan menyesuaikan diri
dengan tetangga ataupun masyarakat umum. Pembentukan sikap sosial ini kadang
kala agak terlupakan oleh sebagian orang tua. Padahal dalam ajaran Islam
"Habluminannas" sangat utama karena manusia makhluk sosial yang
memerlukan orang lain dalam kehidupannya.
Para ahli pendidikan dewasa ini mengakui besarnya
peran seorang ibu dalam mendidik anaknya walaupun wanita atau ibu digolongkan
pada kaum yang lemah. Meskipun demikian secara kerohanian wanita adalah makhluk
yang kuat dalam pendirian dan prinsip hidup dalam keluarga. Dalam dirinya
terdapat perasaan halus dan kasih sayang laki-laki.
Oleh karena itu, dalam konsep pendidikan Islam
kebahagiaan rumah tangga lebih banyak di pihak ibu, karena ia dapat menciptakan
suasana rumah yang harmonis melalui kasih sayang dan sapaannya yang menyentuh
hati anaknya. Mengenai kebahagiaan rumah tangga atas peran ibu disebutkan oleh
Rasulullah dalam Hadistnya yang berbunyi:
"Syurga
itu terletak di bawah kaki ibu".
Kita dapat mengetahui dari Hadist tersebut betapa
besarnya ibu sebagai pendidik bagi anak-anaknya yang dapat membuahkan
kebahagiaan, kedamaian, keharmonisan, kepatuhan, dan penanaman nilai luhur
serta norma-norma agama. Oleh karena itu, Allah berfirman:
"Dan kami amanatkan kepada manusia berbuat baik
terhadap kedua ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah
yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku
dan kepada ibu bapakmu, kepadakulah kembalimu" (Q. S. Lukman: 14).
2. Pembinaan
Kerjasama antara Orang Tua
Proses pendidikan yang dilakukan oleh ketiga
lingkungan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut. Secara mental dan spiritual
dasar-dasar pendidikan diletakan oleh rumah tangga dan secara akademik
konseptual dikembangkan oleh sekolah sehingga perkembangan pendidikan anak
makin terarah.
Betapa eratnya kerjasama yang terpadu dari ketiga
macam lingkungan pendidikan untuk membawa anak kepada tujuan bersama, yaitu
membentuk anak menjadi anggota masyarakat yang baik untuk bangsa, Negara, dan
agama.
BAB III
SIMPULAN
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut.
a. Pendidikan pada dasarnya adalah proses
rekayasa atau rancang bangun kepribadian manusia. Maka kedudukan manusia dalam
proses pendidikan menjadi sangat sentral.
b. Tri pusat pendidikan adalah tiga unsur
penting yang sangat berperan dalam pendidikan dan menjadi pusat kegiatan
pendidikan.
c. Keluarga adalah tempat pertama dan utama
seseorang mendapatkan pendidikan.
d. Akibat dari perkembangan zaman dan
keterbatasan orang tua dalam mendidik anak, maka kegiatan pendidikan juga
dilaksanakan di suatu lembaga yang disebut sekolah atau madrasah. Pendidikan
yang dilaksanakan di sekolah atau madrasah disebut pendidikan formal.
e. Masyarakat merupakan tempat atau unsur yang
sangat berperan penting dalam pendidikan. Lingkungan pendidikan masyarakat
disebut pendidikan nonformal.
DAFTAR RUJUKAN
BANGDINCOM Powarpoint blogspot.com. Pengantar
Pendidikan.
Kamal blogspot.com. Tri Pusat Pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar