KEBANGKITAN DUNIA ISLAM
Gerakan Pemikiran Modern (Modernisasi)
Dunia Islam
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Ulumul Hadist yang dibina oleh Cecep Moch. Kamal, S. Ag., M. M.
Oleh:
IBRAHIM HASANUDIN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM YAPATA AL-JAWAMI
BANDUNG
2011
KATA PENGANTAR
Puji beriring
syukur penulis panjatkan kepada Ilahi Robbi yang telah memberikan
karunia-Nya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat
beserta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para
keluarganya, para shahabatnya, dan kepada umat yang mengikuti ajaran serta
sunahnya.
Makalah yang
penulis susun ini mengandung pokok bahasan mengenai pola kerjasama tripusat pendidikan
Islam dengan sub-sub bahasannya yaitu unsur pokok pendidikan, peranan keluarga,
sekolah, dan masyarakat dalam pendidikan Islam, dan pengaruh timbale balik
antara sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Makalah ini
penulis susun sebagai salah satu tugas mata kuliah Ulumul Hadist yang dibina
oleh Cecep Moch. Kamal, S. Ag., M. M.
Meskipun
makalah ini jauh dari kesempurnaan, penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Akhir
kata, penulis ucapkan Alhamdulillah dan terima kasih banyak kepada semua
pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga
segala kebaikannya mendapatkan balasan dari Allah SWT berupa pahala yang
berlipat ganda, amin.
Bandung,
Februari 2011
Penulis
PENDAHULUAN
Jatuhnya
kota Bagdad pada tahun 1258 ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri sitem
kekhalifahan Abbasiyah, tetapi juga masa awal dari kemunduran politik dan
peradaban Islam, karena Bagdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam
yang kaya akan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumi-hanguskan
oleh pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan.
Setelah itu,
seiring perjalanan waktu, maka dengan secara signifikan bangsa barat menjadi
semakin maju dan modern. Hal ini disebabkan karena mereka mengembangkan dan
menguasai Ilmu pengetahuan yang mereka rampas dari kota seribu satu malam itu
sendiri. Semua ini telah membuka mata hati kaum muslimin bahwa mereka telah
mengalami kemunduran.
Dengan
demikian, terutama kaum muslimin yang berada di Mesir mulai bangkit dan
refarasi mulai dari bidang agama (aqidah) hingga bidang politik, sains, dan
teknologi.
Gerakan
modernisasi dalam Islam dipelopori oleh para tokoh Islam yang berusaha sekuat
tenaga untuk kembali pada ajaran agama yang benar dan berusaha kembali untuk
memajukan Islam dan umatnya. Para pemimpin Islam menyadari kelemahan,
ketertinggalan, dan keterbelakangan dari berbagai aspek, setelah di antara
mereka berdialog atau berhadapan langsung dengan kemajuan peradaban bangsa
barat.
Menyadari
kekalahan dan kelemahan dalam berbagai aspek kehidupan dari bangsa-bangsa
barat, Islam mulai bangkit kembali untuk mengejar ketertinggalan dan
keterbelakangan. Bangsa yang pertama kali mengalami ketertinggalan dan
keterbelakangan itu adalah Turi Ustmani dan Mesir.
KEBANGKITAN DUNIA ISLAM
Gerakan Pemikir Modern (Modernisasi) Dunia
Islam
A. Para Tokoh
Pembaharuan (Modernisasi) di Mesir
1. Muhammad ibn
Abdul Wahhab (1703 – 1787 M)
Muhammad ibn Abdul Wahhab lahir di Vyaina Nejd pada
tahun 1703. Beliau berasal dari keluarga ulama terkenal. Pemikiran gerakan
Muhammad ibn Abdul Wahhab didasari atas kenyataan yang ada di sekitar tempat
kelahirannya. Beliau melihat bahwa kemurnian ajaran Islam telah rusak oleh
ajaran-ajaran tarekat dan praktek mistik yang berlebihan. Umat Islam yang
bermasalah tidak langsung berdo'a kepada Allah SWT dan mengadu kepada-Nya serta
berusaha, tetapi kebanyakan di antara mereka dating ke dukun dan kuburan para
wali.
Muhammad ibn Abdul Wahhab memulai adanya gerakan
pemurnian dikarenakan adanya kebudayaan masyarakat yang cenderung menyimpang
dari fundamental ajaran Islam yang sesungguhnya. Perbuatan mereka itu
mencerminkan sikap syirik, khirafat, dan bid'ah yang perlu diberantas dan
diarahkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW: "Dari Umil Mukminin ibn
Abdillah yang bernama Aisyah r. a. katanya: Rasulullah SAW telah bersabda:
Barang siapa membuat peraturan baru dalam syariat agama kami ini dengan suatu
aturan yang tidak terdapat sandaran dalil-dalil darinya maka dia tertolak"
(HR. Imam Bukhari dan Muslim). Pada riwayat lain, Imam Muslim: "Barang
siapa yang beramal dengan suatu amal yang tidak terpulang kepada dalil yang
syariat kami, maka dia bertolak"
Adapun bid'ah menurut terminologi adalah perbuatan
yang baru yang tidak ada perintah dari Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan bid'ah
menurut pembagiannya oleh Syekh Imam Nawawi ada lima bagian, yaitu:
a. Bid'ah yang wajib, yaitu setiap bid'ah yang
dipendapatkan di dalamnya azas pokok hokum syara dan dalil-dalilnya yang wajib.
Contohnya:
Pembukuan Al-Qur'an oleh Ustman bin Affan
dn Hadist oleh Umar bin Abdul Aziz ketika menjabat kepala pemerintah Islam.
Sedangkan pada masa Nabi SAW pembukuan ini belum pernah dilakukan.
b. Bid'ah yang hasan, yaitu bid'ah yang di
dalamnya terdapat azas pokok hokum syara yang sunat dan dalil-dalilnya, seperti
mendirikan pondok pesantren, rumah sakit, rumah-rumah, jalan-jalan, dan
lain-lain.
c. Bid'ah yang haram, yaitu bid'ah yang
didalamnya terdapat azas pokok syariat yang haram serta dalil-dalilnya.
Seperti, hal yang tidak disukai dari masyarakat Mesir yang sering dating ke
dukun.
d. Bid'ah yang makruh, yaitu bid'ah yang di
dalamnya terdapat azas pokok hokum syariat yang makruh serta dalil-dalilnya,
seperti menghiasi mesjid.
e. Bid'ah yang mubah, yaitu bid'ah yang di
dalamnya terdapat azas pokok hokum syariat yang mubah serta dalil-dalilnya.
Seperti memperelok pakaian dan makanan.
Selanjutnya untuk memberantas syirik, khifarat, dan
bid'ah itu, Muhammad ibn Abdul Wahhab melahirkan gerakan pemurnian ajaran
Islam. Gerakan ini dikenal dalam sejarah Islam dengan sebutan gerakan
"Wahabiyah" atau gerakan "Muwahhid".
Di antara pemikiran-pemikiran Muhammad ibn Abdul
Wahhab yang mempunyai pengaruh dalam perkembangan pemikiran pembaharuan pada
abad ke-19 M adalah:
a. Al-Qur'an dan Hadist merupakan sumber asli
ajaran Islam. Sedangkan pendapat para ulama bukan merupakan sumber ajaran
Islam.
b. Taklid kepada ulama tidak dibenarkan.
c. Pinti ijtihad senantiasa terbuka dan tidak
tertutup.
2. Muhammad Ali
Pasha (1765 – 1849 M)
Muhammad Ali Pasha dilahirkan di Kawwala, Yunani, pada
tahun 1765 M dan meninggal di Mesir pada tahun 1849 M. Beliau dalah salah satu
perwira dari pasukan uang di sediakan oleh Sultan Salim III (1789 – 1807) untuk
melawan tentara Napoleon yang menguasai Mesir. Sejak kecil beliau memiliki
keterampilan dan kecerdasan luar biasa. Dalam perjalanan karirnya, banyak usaha
untuk memperbaharukan atau memodernisir umat Islam yang jauh tertinggal dari
Negara-negara barat. Di antara usaha-usaha pembaharuan yang dilakukannya
adalah:
a. Dalam Bidang Hukum
Jatuhnya Mesir ke tangan Napoleon Bonaparte
menyadarkan Muhammad Ali Pasha. Beliau melihat kemajuan yang dicapai
Negara-negara barat, terutama Perancis. Kemajuan teknologi peperangan membuat
Perancis mudah menguasai Mesir (1798 – 1802). Setelah Perancis dapat diusir
Inggris pada tahun 1802 M, Muhammad Ali Pasha mengundang Sare, seorang perwira
tinggi Perancis untuk melatih tentara Mesir. Untuk keperluan itu, beliau
mendirikan sekolah militer pada tahun 1815 M dan mengirimkan pelajar untuk
belajar kemiliteran di Perancis.
b. Dalam Bidang Pendidikan
Muhammad Ali Pasha sangat besar perhatiannya terhadap
dunia pendidikan. Oleh karena itu, pada tahun 1815 M mendirikan sekolah
militer, sekolah teknik tahun 1816 M, sekolah kedokteran tahun 1827 M, sekolah
apoteker tahun 1829 M, sekolah pertambangan pada tahun 1834 M, dan sekolah
penerjemahan pada tahun 1836 M. Selain itu, beliau juga banyak mengirim pelajar
ke Perancis untuk belajar pengetahuan berupa sains dan teknologi barat.
c. Dalam Bidang Ekonomi
Pengambil-alihan kepemilikan tanah oleh Negara dan
hasilnya dipergunakan untuk kepentingan pembangunan Negara dan untuk menjaga
kesuburan tanah mesir, beliau membangun irigasi sehingga hasil pertanian
menjadi lebih baik.
3. Al-Tahtawi
(1801 – 1873 M)
Rifa'ah Badawi Rafi'al-Tahtawi adalah salah seorang
pembaharu dalam dunia Islam. Beliau lahir pada tahun 1801 M di Tahta, Mesir dan
meninggal pada tahun 1873 M.
Sebelum beliau pergi ke Perancis, beliau banyak
mempelajari peradaban barat dan kemajuan yang dicapainya di Institute Egypte.
Setelah menamatkan pendidikannya di Al-Azhar tahun 1822 M dan mengajar di
almamaternya selama kurang lebih 2 tahun. Karena mendapat dorongan kuat dari
gurunya Al-Attan dan mendapat kesempatan yang diberikan Muhammad Ali Pasha
kepadanya, maka beliau belajar di Perancis dan menjadi imam para pelajar Mesir
di Perancis. Beliau banyak membaca buku-buku karya tokoh-tokoh besar umat Islam
dan bangsa barat. Dengan ketekunannya belajar bahasa Perancis secara otodidak,
akhirnya beliau mampu menyaingi kehebatan pelajar-pelajar Mesir lainnya yang
belajar bahasa itu secara formal di kelas-kelas. Selama di Perancis beliau
berhasil menerjemahkan 12 buku ke dalam bahasa Arab. Sekembalinya ke Mesir,
beliau diberi kepercayaan untuk mendirikan sekolah penerjemahan tahun 1836 M.
Di sekolah ini membagi 4 bagian, yaitu ilmu pasti, ilmu kedokteran, ilmu
fisika, dan sastra.
Di antara buku-buku yang diterjemahkan ke dalam bahasa
arab adalah buku-buku bidang filsafat, biografi, logika, ilmu bumi, politik,
antropologi, dan lain-lain. Di samping itu beliau juga aktif menulis di Koran
Al-Waqa'I Al-Mishriyah.
Kehebatannya menulis terulang dalam karyanya yang
monumental, di antaranya:
a. Takhlish al-Ibriz Fi Talkhish Bariz. Buku
ini berisi tentang kemajuan Eropa, terutama di Paris.
b. Manahij al-Bab al-Mishiriyah fi Manahij
al-Adab al-Ashriyah. Buku ini menerangkan tentang pentingnya sector ekonomi
bagi kemajuan Negara.
c. Al-Qaulu al-Sadid fi al-Ijtihad wa
al-Taqlid. Buku ini tentang keharusan ijtihad dan pintu ijtihad menurutnya
tidak tertutup.
d. Anwar Taufiq al-Jalil fi Akbar al-Mishr wa
Tautsiq Bani Ismail. Buku ini berisi tentang puji-pujian terhadap raja dalam
memajukan pembangunan di Mesir, sehingga Mesir mengalami kemajuan pesat.
Adapun ide-ide pembaharuan (modernisasi) yang
dilontarkan oleh Tahtawi:
a. Ajaran Islam bukan hanya mementingkan
akhirat semata, tetapi juga soal kehidupan di dunia. Umat Islam juga harus
memperhatikan kehidupan di dunia ini.
b. Kekuatan absolut raja harus dibatasi
syariat, dan raja harus bermusyawarah dengan ulama dan intelektual.
c. Syariat harus diartikan sesuai dengan
perkembangan zaman. (modern).
d. Kaum ulama harus mempelajari filsafat dan
ilmu-ilmu pengetahuan modern agar dapat menyesuaikan syariat dengan kebutuhan
masyarakat modern.
e. Pendidikan harus bersifat universal. Wanita
harus memiliki pendidikan dengan kaum pria. Istri harus menjadi teman dalam
kehidupan intelektual dan sosial.
f. Umat Islam harus dinamis dan meninggalkan
sifat statis.
4. Jamaluddin
Al-Afghani (1839 – 1879 M)
Nama lengkanya adalah Sayyid Jamaluddin Al-Afghani.
Beliau lahir di Asad Abad pada tahun 1893 M. Sejak kecil beliau sudah belajar
membaca Al-Qur'an. Kemudian belajar bahasa Arab, Persia, dan ilmu-ilmu lainnya,
seperti tafsir, hadist, tasawuf, dan filsafat.
Sejak usia 20 tahun beliau sudah menjadi pembantu
Pangeran Dostn Muhammad Khan di Afganistan dan tahun 1864 M menjadi penasehat
Sher Ali Khan dan menjadi perdana menteri pada masa pemerintahan Muhammad
'Azham Khan.
Hal itu disebabkan karena kecerdasan dan kepribadiannya
yang menarik. Beliau banyak memperoleh pengalaman dalam pengembaraannya ke
beberapa negara. Mula-mula ke India, lalu ke Mesir memberikan kuliah di hadapan
kaum intelektual di Al-Azhar. Di antara muridnya yang terkenal adalah Muhammad
Abdu dan Saad Zaglul.
Karena persoalan politik di Mesir, Jamaluddin pergi ke
Paris. Di kota ini beliau mendirikan sebuah organisasi bernama al-Urwatul
Wustqa yang beranggotaan muslim militant di India, Mesir, Syiria, dan Afrika
Utara, yang bertujuan memperkuat persaudaraan Islam untuk mencapai kemajuan.
Organisasi Al-Urwatul Wutsqo kemudian menertibkan
majalah dengan nama yang sama dengan organisasi itu. Karen aide dan isinya
dianggap terlalu keras mengancam kekuasaan penjajahan barat, maka majalah ini
dibradal dan dilarang untuk terbit.
Pada tahun 1892 M Jamaluddin al-Afghani pergi ke
Istanbul atas undangan Sultan Abdul Hamid untuk memikirkan pelaksanaan politik
Islam dalam menghadapi barat. Saat itu kerajaan Turki Ustmani terdesak oleh
bangsa Eropa dan Sultan Hamid membutuhkan pendapat Jamaluddin al-Afghani.
Keinginan Sultan Hamid tidak tercapai, karena adanya
perbedaan persepsi mengenai system pemerintahan sebab Jamaluddin sebagai
pembaharu tentunya mempunyai pandangan liberal dan pemerintahan. Tetapi Sultan
Abdul Hamidsebagai penguasa menjalankan pemerintahan dengan jalan diktator.
Gerakan politik yang paling menonjol dilakukan
Jamaluddin al-Afghani, yaitu menyebarkan ide Pan-Islamisme (nasionalisme) di
dunia Islam. Untuk mencapai ide ini beliau mendirikan partai nasional (Al-Hizb
al-Wathani) di Mesir, tujuannya memperjuangkan pendidikan universal,
menyelenggarakan kebebasan pers, dan sebagainya. Gerakan ini pada tahun 1838 M
telah membangkitkan semangat umat Islam dalam menggalang persatuan dan kesatuan
dalam menentang penjajahan yang dilakukan oleh bangsa barat. Karena perbedaan
pendapat inilah akhirnya Jamaluddin ditahan di penjara Istanbul hingga beliau
wafat. Meskipun beliau telah tiada, tapi pemikiran yang dicetuskannya banyak
membawa pengaruh dalam dunia Islam. Di antara pembaharuan pemikiran yang
dimunculkan Jamaluddin al-Afghani:
a. Untuk mengembalikan kejayaan umat Islam di
masa lalu dan sekaligus menghadapi dunia modern. Umat Islam kembali kepada
ajaran Islam yang murni dan memahami Islam harus dengan rasio (pemikiran yang
masuk akal) dan kebebasan.
b. Corak pemerintahan otokrasi dan absolute
harus diganti dengan pemerintahan demokratis. Kepada Negara harus harus
bermusyawarah dengan pemuka masyarakat yang berpengalaman.
c. Kepala Negara harus tunduk kepada undang-undang.
d. Kemunduran umat Islam dalam bidang politik
disebabkan karena terjadinya perpecahan dalam umat Islam itu sendiri.
e. Tidak ada pemisahan antara agama dan
politik.
f. Pan-Islamisme atau rasa solidaritas antara
umat Islam harus dihidupkan kembali.
5. Muhammad
Abduh (1849 – 1905 M)
Muhammad Abduh lahir di Mesir Hilir tahun 1849 M.
Ayahnya bernama Abduh Hasan Khairullah yang berasal dari Turki dan Ibunya yang
bersilsilahkan sampai kepada suku Umar bin Khatab.
Muhammad Abduh termasuk anak yang cerdas sekali meskipun
beliau berasal dari keluarga petani yang miskin di Mesir. Sejak kecil beliau
tekun belajar dan melanjutkan studinya di Al-Azhar.
Ketika di Al-Azhar, beliau bertemu dengan Jamaluddin
al-Afghani yang dating ke Mesir. Beliau sangant terkesan dengan pemikiran-pemikiran
Afghani. Setelah menamatkan studinya di Al-Azhar, Daru Ulum dan mengajar di
rumahnya. Selain itu, beliau juga aktif menulis Al-Ahram.
Akibat ketidaksenangan dan perlawanannya terhadap
penguasa, beliau dan Jamaluddin diusir ke Paris. Di kota ini mereka mendirikan
majalah Al-Urwatul Wustqa. Selama satu tahun di Perancis, beliau diizinkan
kembali ke Mesir dan kemudian diangkat menjadi reiktor Al-Azhar, Kairo.
Sebagai rektor Al-Azhar, beliau memasukan kurikulum
filsafat dalam pendidikan di Al-Azhar. Upaya ini dilakukan ntuk mengubah cara
berpikir orang-orang Al-Azhar. Usaha ini mendapat tantangan keras dari syakh
Al-Azhar lainnya yang masih berpikir kolot. Oeh karena itu, usaha pembaharuan
yang dilakukannya lewat pendidikan di Al-Azhar tidak berhasil.
Meskipun begitu, ide-ide pembaharuan yang dibawa
Muhammad Abduh membawa dampak positif bagi perkembangan pemikiran dalam Islam.
Di antara ide-ide pembaharuannya adalah:
a. Penghapusan paham Jumud yang berkembang di
dunia Islam saat itu.
b. Pembukaan pintu ijtihad karena ijtihad
merupakan dasar penting dalam menginterpretasikan (menafsirkan) kembali ajaran
Islam.
c. Penghargaan terhadap akal, Muhammad Abduh
mengatakan bahwa Islam adalah agama rasional yang sejalan dengan akal. Sebab
dengan akakkah ilmu pengetahuan maju.
d. Kekuasaan Negara harus dibatasi oleh
konstitusi yang telah dibuat oleh Negara yang bersangkutan.
e. Memodernisasikan system pendidikan di
Al-Azhar.
6. Muhammad
Rasyid Ridla (1865 – 1935 M)
Rasyid Ridla dilahirkan di A—Qalamun, di pesisir Laut
Tengah pada tanggal 23 September 1865 M. Pendidikannya bermula di Madrasah
Al-Kitab di Al-Qalamun. Kemudian di Madrasah Al-Rasyidiyah di Tripoli. Di sini
beliau belajar nahwu, sharaf, berhitung, dasar-dasar georafim aqidah ibadah,
bahasa Arab dan Turki. Tetapi beliau tidak betah di sekolah ni, karena bahasa
pengantarnya bahasa Turki.
Kemudian beliau melanjutkan pendidikan tertingginya di
Al-Azhar tahun 1898 M dan berguru kepada Muhammad Abduh. Bersama-sama mereka
menerbitkan majalah Al-Manar yang memiliki tujuan sama dengan Al-Urwatul
Wustqa, di antaranya adalah pembaharuan di bidang agama, sosial, ekonomi,
memberantas khirafat dan bid'ah, menghilangkah faham fatalism (pasrah terhadap
nasib), serta faham-faham yang dibawa tarekat.
Beliau juga mendesak gurunya, Muhammad Abduh, untuk
menulis Al-Qur'an secara modern, yang kemudian dikenal dengan tafsir Al-Manar.
Di antara ide-ide pembaharuannya adalah:
a. Menumbuhkan sikap aktif dan dinamis di
kalangan umat.
b. Umat Islam harus meninggalkan sikap
fatalism (jabariyah)
c. Akal dapat digunakan untuk nemafsirkan ayat
maupun hadits dengan tidak meninggalkan prinsip umum.
d. Umat Islam harus menguasai sains dan
teknologi jika ingin maju.
e. Kemunduran umat Islam disebabkan karena
banyaknya unsure bid'ah dan khurafat yang masuk ke dalam ajaran Islam.
f. Kedahagiaan di dunia dan di akhirat
diperbolehkan melalui hokum alam yang diciptakan Allah SWT.
g. Perlunya dihidupkan kembali system
pemerintahan khalifah.
h. Khalifah adalah penguasa di seluruh dunia
Islam yang mengurusi bidang agama dan politik.
i. Khalifah haruslah orang mujtahid besar yang
dengan bantuan para ulama dalam menerapkan prinsip-prinsip hokum Islam sesuai
dengan tuntutan zaman.
B. Cita-cita
dan Nilai yang Terkandung dalam Gerakan Modernisasi di Mesir
Cita-cita
yang terkandung dalam gerakan modernisasi yang dilakukan oleh para tokoh
pemikir di Mesir:
1. Memurnikan ajaran Islam dari segala unsure
takhayul, bid'ah, dan khirafat. Gerakan ini berusaha mengembalikan Islam pada
sumber aslinya, membersihkan tauhid dari syirik, membersihkan ibadah dari
bid'ah, mengajarkan hidup sederhana sebagai pengganti kemewahan hidup yang
melanda kaum muslimin saat itu (Muhammad Abdul Wahhab).
2. Membebaskan umat Islam dari belenggu taklid
yang melanda mat Islam saat itu, sehingga mereka menjadi jumud (Muhammad
Abduh).
3. Memperjuangkan pendidikan universal,
kemerdekaan pers, memperkuat faham nasionalisme yang diwujudkan dalam bentuk
partai al-Hazb al-Wathani dan menanamkan faham patriotism bagi umat Islam
(Al-Tahtawi).
4. Memperkuat Ukhuwah Islamiyah, menekankan pembaharuan
Islam dalam bidang politik pemerintahan dan agama, dengan ide pokok
Pan-Islamisme (Jamaluddin Al-Afghani).
5. Menumbuhkan sikap aktif dan dinamis,
meninggalkan sikap fatalism, penggunaan akal dalam memahami ajaran Islam, serta
keharusan umat Islam untuk menguasai sains dan teknologi (Muhammad Rasyid
Ridla).
Sedangkan nilai-nilai yang terkandung di dalam gerakan
modernisasi Islam di Mesir itu adalah sebagai berikut.
1. Nilai Persatuan
Gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh para tokohnya
mempunyai nilai-nilai dasar dalam menciptakan persatuan dan persatuan bagi umat
Islam. Tujuannya adalah untuk mengatasi perpecahan yang terjadi di antara umat
Islam karena adanya perbedaan dalam persoalan faham, kesukuan, dan sebagainya.
2. Nilai solidaritas Islam (Ukhuwah Islamiyah)
Solidaritas Islam ini mengandung artian suatu
persaudaraan yang merasa senasib sepenanggungan untuk membela umat Islam dalam
keadaan suka maupun duka.
3. Nilai Pembaharuan (Modernisasi)
Nilai pembaharuan yang dimaksud adalah sebagai
berikut.
a. Aspek agama, yaitu pemurnian agama Islam
dari unsure takhayul, khirafat, dan bid'ah.
b. Aspek akhlak, berupa persatuan masyarakat
dan menghindari terjadinya perpecahan.
c. Aspek ekonomi, menciptakan semangat kerja,
percaya diri, dan tidak tergantung kepada orang lain.
d. Bidang politik, dengan menciptakan sistem
pemerintahan demokratus dan menghapuskan sistem pemerintahan otoriter.
4. Nilai Perjuangan (Jihad Fi Sabilillah)
Gerakan pembaharuan Islam mengandung nilai perjuangan,
karena gerakan ini ingin menemukan kembali ajaran Islam yang penuh dinamika
perjuangan.
5. Nilai Kemerdekaan (Kebebasan)
Gerakan pembaharuan yang terjadi dalam dunia Islam, yang mengandung
nilai-nilai kemerdekaan terutama kemerdekaan berpikir.
C. Pengaruh
Perkembangan Dunia Islam terhadap Umat Islam di Indonesia
Pembaharuan (modernisasi) di Negara-negara Timur
Tengah tidak hanya tersebar di lingkungan mereka sendiri, namun juga meluas
hingga Indonesia. Pengaruh-pengaruh pembaharuan tersebut antara lain
sebagaiberikut.
1. Gema pembaharuan yang dilakukan Muhammad
Abdul Wahhab dan Jamaluddin Al-Afghani sampai juga ke Indonesia, terutama
terhadap tokoh-tokoh seperti Haji Muhammad Miskin (Kab. Agam, Sumatera Barat),
Haji Abdurrahman (lima puluh kota, Sumatera Barat), dan Haji Salman Faris (Kab.
Tanahdatar, Sumatera Barat). Mereka dikenal dengan nama Haji Miskin, Haji
Pioabang, dan Haji Sumaniik. Sepulang dari Tanah Suci mereka terilhami oleh
Syekh Muhammad Abdul Wahhab.
Mereka
pulang dari Tanah Suci pada tahun 1803 M dan sebagai pengaruh pemikiran para
pembaharu Timur Tengah tersebut adalah timbulnya gerakan Paderi. Gerakan
tersebut ingin membersihkan ajaran Islam yang tercampur baur dengan
perbuatan-perbuatan yang bukan Islam. Hal ini menimbulkan pertentangan antara
golongan adat dan golongan Paderi.
2. Pada tahun 1903 M, murid-murid dari Syekh
Ahmad Khatib Al-Minangkabawy (seorang ulama besar bangsa Indonesia di Mekkah
yang mendapat kedudukan muolia di kalangan masyarakat dan pemerintah Arab)
kembali dari Tanah Suci.
Mereka
inilah yang menjadi pelopor gerakan pembaharuan di Minangkabau dan akhirnya
berkembang ke seluruh Indonesia. Mereka antara lain sebagai berikut: Syekh Haji
Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka), Syekh Daud Rasyidi, syekh Jamil
Jambik, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah).
3. Munculnya berbagai organisasi dan
kelembagaan Islam modern di Indonesia pada awal abad ke-20, baik yang bersifat
keagamaan, politik, maupun ekonomi. Organisasi tersebut adalah sebagai berikut.
a. Jamiatul Khair (1905 M), yang merupakan
wadah lembaga pendidikan dan pengkaderan generasi muda penerus perjuangan Islam
yang berlokasi di Jakarta.
b. Muhammadiyah (18 Nopember 1912) yang
didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan. Beliau memiliki pemikiran yang tidak
menghendaki berkembangnya bid'ah, tahyul kurafat, dan mengembalikan ajaran Islam
yang sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadist di Yogyakarta.
c. Al-Irsyad (1914 M) di bawah pimpinan Ahmad
Sukarti dan bertempat di Jakarta.
d. Persatuan Islam (Persis) di bawah pimpinan
Ahmad Hasan yang didirikan tahun 1923 M di Bandung. Al-Irsyad dan Persis memiliki
bentuk gerakan yang hamper sama dengan Muhammadiyah.
e. Serikat Dagang Islam (1911 M) DI bawah
pimpinan Haji Samanhudi di Solo. Pada awalnya gerakan tersebut bersifat ekonomi
dan keagamaan. Akan tetapi berubah menjadi kegiatan yang bersifat politik.
Terjadi perubahan kembali menjadi Partai Serikat Islam dan pada tahun 1929 M
kembali berubah menjadi PSII (Partai Serikat Islam).
f. Jamiyatul Nahdatul Ulama (NU) yang lahir
pada 13 Januari 1926 di Surabaya di bawah pimpinan KH. Hasyim Asyari. NU
merupakan wadah para ulama di dalam tugas memimpin masyarakat muslim menuju
cita-cita kejayaan Islam. Gerakannya kemudian berubah ke arah politik.
g. Mathla'ul Anwar (1905) di Manas Banten yang
didirikan oleh KH. M. Yasin. Organisasi ini bersifat social keagamaan dan pendidikan.
h. Pergerakan Tarbiyah (Perti) di Sumatera
Barat yang didirikan oleh syekh Sulaiman ArRasuli pada tahun 1928 M. Organisasi
ini bergerak di budang pendidikan, membasmi bid'ah, khurafat dan tahayul, serta
taklid di kalangan umat Islam.
i.
Mersatuan Muslim Indonesia (Permi) yang didirikan pada
tanggal 22 Mei 1930 di Bukitinggi. Organisasi ini pada mulanya bersifat
keagamaan, kemudian menjadi partai politik yang menuntut kemerdekaan Indonesia.
Pemimpinnya adalah Muchtar Lutfi.
j.
Majlis Islam 'Ala Indonesia yang didirikan atas
prakarsa KH. Ahmad Dahlan dan KH. Mas Mansur pada tahun 1937 M. Pada mulanya
organisasi ini tidak terlibat pada kegiatan politik, tetapi akhirnya terlibat
pula dalam politik praktis yaitu dengan melakukan perlawanan terhadap penjajahan
Belanda.
SIMPULAN
Selain di
Mesir banyak tokoh-tokoh yang muncul dalam gerakan modernisasi dunia Islam dan
gerakan tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian.
1. Era pra-modern (1250 – 1800 M). Gerakan
pembaharuan ini dilakukan sebagai otokritik praktek keagamaan popular
masyarakat muslim. Para tokoh-tokohnya adalah:
a. Ibn Taymiyah (Abad ke-7 – 8 H/ 13 – 14 M)
b. Umar Khayam (1031 M)
c. Ibnu Sina (1031 M)
d. Ibnu Rusyd (1198 M)
e. Hafiz (1383 M)
2. Era modern (1800 M – dan seterusnya)
merupakan respon umat Islam terhadap tantangan yang ditawarkan oleh modernitas
barat. Para tokoh pembaharunya adalah:
a. Al-Afghani (Tan, 1838 M – Turki, 1897 M)
b. Muhammad Abduh (Mesir, 1849 – 1905 M)
c. Muhammad Rasyid Ridla (Suriyah, 1865 – 1935
M)
d. Sher Muhammad Iqbal (Punjab, 1873 – 1938 M)
e. Sayyid Qutub (Mesir, 1906 – 1966)
f. Toha Husein (Mesir Selatan, 1889 – 1973 M)
g. Sher Sayyid Ahmad Khan (India, 1817 – 1898
M)
h. Sayyid Sabiq
i. Yusuf Al-Qardawi, dan lain-lain.
Sedangkan di
Indonesia muncul berbagai organisasi dan kelembagaan Islam modern pada awal
abad ke-20, adalah sebagai berikut.
a. Jamiatul Khair (1905 M)
b. Muhammadiyah (18 Nopember 1912)
c. Al-Irsyad (1914 M)
d. Persatuan Islam (Persis) (1923 M)
e. Serikat Dagang Islam (1911 M)
f. Jamiyatul Nahdatul Ulama (NU) (13 Januari 1926)
g. Matla'ul Anwar (1905 M)
h. Pergerakan Tarbiyah (Perti) (1928 M)
i. Persatuan Muslim Indonesia (Permi) (22 Mei
1930)
j. Majelis Islam 'Ala Indonesia (1937 M)
DAFTAR RUJUKAN
Dunia PII. Islam Pantangan Modernitas.
http:// hbis.wordpress.com/2008/12/16/
perkembangan-islam-pada-masa-modern/
Wordpress.com. Para Tokoh Pemikir Modern dalam Islam
pada Pembaharuannya di Mesir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar