EFRSTIMOLOGI USHUL
FIQIH
|
PAPER
|
diajukan untuk
memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Ushul Fiqih
|
IBRAHIM HASANUDIN
TARBIYAH / PAI
STAI YAPATA AL – JAWAMI
BANDUNG
|
TA’RIF ( pengertian ) Ushul Fiqih
Ushul Fiqih tersusun dari dua kata, yaitu
Ushul ( اصول ) dan Fiqih ( الفقه ). Secara bahasa Ushul (اصول ) merupakan jamak dari
kata Ashl (اصل ) yang berarti dasar, pondasi atau akar. ALLOH S.W.T Berfirman :
اَلَمْ
تَرَكَيْفَ ضَرَبَ اللهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ اَصْلُهَا
ثاَبِتٌ وَّفَرْعُهَافِى السَّمَآءِ
Artinya : ”
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana ALLOH telah
membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh
dan akarnya ( menjulang ) ke langit.” ( QS : Ibrahim 14 : 24 ).
Syeikh Tqiyuddin An-Nabhani ra,
dalam kitab beliau Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah juz 3 menyatakan bahwa arti
Ashl (اصل )
secara bahasa adalah perkara yang menjadi dasar bagi yang lain, baik
pada sesuatu yang bersifat indrawi seperti membangun dinding di atas pondasi,
atau besifat ‘Aqli, seperti membangun Ma’lul di atas Illah, dan Madlul diatas
Dalil.
Dan
Fiqih ( الفقه
) secara bahasa bererti pemahaman ( الفهم ).
ALLOH S.W.T Berfirman :
وَاحْلُلْ
عُقْدَةً مِّنْ لِّسَانِيْ ۙ يَفْقَهُوا قَوْلِيْ ۖ
Artinya : “ Dan
lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka memehami perkataanku.” (QS :
Thaha 20 : 27-28).
Adapun Fiqih ( الفقه ) menurut para ulama :
·
Menurut Al-Ghozali dan Al-Amidi : mamahami
sesuatu secara mutlak.
·
Menurut Syeikh Abu Ishaq Asy-Sairozi : memahami
sesuatu yang mendalam (daqiq).
·
Menurut Abu Hasan Al-Bashri : memahami maksud
dari pembicaraan orang lain.
Sedangkan Fiqih
( الفقه
) menurut istilah Mutasarri’in ( ahli syari’ah ).
هُوَ
الْعِلمُ بِالْاَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ الْعَمَلِيَةِ الْمُكْتَسَبَةِ مِنْ
اَدِلَّتِهَا التَّفْصِيْلِيَّةِ
"adalah
ilmu tentang hukum – hukum syar’i yang bersifat aplikatif ( di amalkan dalam
kehidupan sehari-hari )
yang digali dari dalil-dalil yang terperinci.
Syeikh
Muhammad ibn Shalih Al-Utsaimin ra. Memberi
definisi sedikit berbeda tentang Fiqih ( الفقه )
yaitu :
مَعْرِفَةُ
الْاَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ الْعَمَلِيَةِ بِأَدِلَّتِهَا التَّفْصِيْلِيَّةِ
"Mengenal
tentang hukum – hukum syar’i yang bersifat aplikatif ( di amalkan dalam
kehidupan sehari-hari )
melalui dalil-dalil yang terperinci." Beliau menggunakan Ma’rifah dan bukan ilmu untuk mencakup makna
ilmu dan zhann sekaligus karna hukum-hukum fiqih terkadang bersifat yaqiniy (
pasti, menghasilkan ilmu ) dan kadang zhanniy ( dugaan, menghasilkan zhann ).
Pengertian
Ushul Fiqih ( اصول الفقه
) secara istilah :
Adalah : ilmu tentang
dalil-dalil fiqih secara global dan cara-cara mengISTINBATHkan hukum serta hal
ikhwal orang yang mengistinbathkan hukum tersebut. Sedangkan Ushul Fiqih ( اصول الفقه
),
o
Menurut syeikh TaqiyuddinAn-Nabhani ra adalah
Kaidah-kaidah yang dengannya bisa di capai istinbath ( penggalian hukum ) terhadap
hukum-hukum syar’i dari dalil-dalil yang terperinci.
o Menurut syeikh ‘Atha Abu Ar-Rasytah hafizahullah adalah Kaidah-kaidah yang
di atasnya di bangun ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat aplikatif
yang digali dari dalil-dalil yang terperinci.
o Menurut syeikh Muhammad Ibn Shalih Al-‘Utsaimin ra adalah ilmu yang
membahas tentang dalil-dalil yang bersifat ijmaliy ( global/umum ), tatacara
pengambilan faidah ( hasil pemahaman ) darinya dan keadaan mustafid ( orang yang
mengambil faidah ). Yang dimaksud mustafid dalam definisi ini adalah mujttahid.
o Menurut Dr. Wahbah Az-Zuhaili Hafizahullah adalah kaidah-kaidah yang
dengannya seorang mujtahid bisa mencapai istinbath ( penggalian hukum )
terhadap hukum-hukum syar’i dari dalili-dalil yang terperinci.
o Menurut syeikh ‘Abdul Wahhab Khallaf
ra adalah ilmu tentang kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasan yang dengannya
bisa di capai pengambilan faidah terhadap hukum-hukum syar’i yang bersifat
aplikatif dari dalil-dalil yang terperinci.
o
Menurut Ali Hasaballah dalam buku Ushul ‘Al
Tasri Al Islami adalah kaidah-kaidah yang di jadikan sarana untuk menggali
hukum-hukum syar’iyah yang berkaitan dengan perbuatan ( amaliah ) mukallaf dari
dalil-dalil yang terperinci.
Al-MADNI ( peletak ) Ushul Fiqih
Bicara
tentang Al-Madni atau peletak ushul fiqih
ada 4 MAZHAB besar dalam Ushul Fiqih
( Mazhab Ahlusunnah ).
1. Mazhab Hanafi
pemikiran fiqih dari mazhab ini di awali oleh
Imam Abu Hanifah, beliau di kenal sebagai Imam Ahlurra’yi serta faqih dari irak
yang banyak di kunjungi para ‘ulama di zamannya. Mazhab hanafi dikenal banyak
menggunakan Ra’yu, Qiyas dan Istihsan dalam memperoleh hukum yang tidak ada
dalam NASH, kadang-kadang ulama mazhab ini meninggalkan kaidah qiyas dan menggunakan
kaidah ishtihsan. Alasannya, kaidah umum
( qiyas ) tidak bisa di terapkan
dalam kasus tertentu. Mereka dapat mendahulukan Qiyas apabila suatu hadist
mereka nilai sebagai hadist ahad. Sumber hukum asli dan utama yang digunakan
dalam mazhab ini adalah Al-Qur’an dan Assunnah. Sementara, fatwa sahabat, Qiyas
dan Ijma merupakan dalil dan metode dalam mengistinbathkan hukum islam dari
kedua sumber hukum tersebut.
Tidak ditemukan catatan sejarah bahwa imam Abu
Hanifah menulis sebuah buku fiqih. Akan tetapi pendapatnya masih bisa dilacak
secara utuh, sebab murid-muridnya berupaya menyebarluaskan prinsipnya, baik
secara lisan maupun tulisan. Seperti Imam Abu Yusuf yang dikenal juga sebagai peletak dasar Ushul Fiqih mazhab Hanafi. Beliau antara lain
menuliskannya dalam kitab-kitabnya : Al-Kharaj, Ikhtilaf Abu Hanifah Wa Ibn Abi
Laila dan kitab-kitab lainnya yang tidak dapat di jumpai lagi saat ini.
Ajaran Imam Abu Hanifah ini juga dilestarikan
oleh Zufar bin Hudail bin Qais Al-Kufi ( 110-158 H. ) dan ibnu Al-Lulu ( w. 204 H ). Zufar bin Hudail semula termasuk
salah seorang ‘ulama ahluhadist. Akantetapi berkat ajaran yang di timbanya dari
Imam Abu Hanifah langsung, beliau kemudian terkenal sebagai salah seorang tokoh
fiqih mazhab Hanafi yang banyak sekali menggunakan Qiyas. Sedangkan Ibnu
Al-Lulu juga maerupakan ‘ulama Mazhab Hanafi secara langsung belajar kapada
imam Abu Hanifah kemudian kepada imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad bin Hasan
Asy-Syaibani.
2. Mazhab Maliki
Pemikiran fiqih Mazhab ini di awali Oleh Imam Malik.
Beliau di kenal luas oleh ulama sesamanya sebagai ahli hadist dan fiqih
terkemuka serta tokoh Ahluhadist. Pemikiran fiqih dan Ushul fiqih Imam Malik
dapat dilihat dari kitabnya Al-Muaththa’ yang disusun atas permintaan khalifah
Harun Ar-Rasyid dan baru selesai di zaman Khalifah Al-Ma’mun. Kitab ini
sebenernya merupakan kitab hadist, tetapi karena disusun dengan sistematika fiqih dan uraian
didalamnya juga mengandung pemikiran fiqih Imam Malik dan metode istinbathnya,
maka buku ini disebut oleh ulama fiqih dan hadist belakangan sebagai kitab
fiqih. Berkat buku ini, mazhab Maliki dapat lestari ditangan murid-muridnya
sampai sekarang.
Prinsip dasar mazhab Maliki adalah Al-Qur’an,
Sunnah Nabi S.A.W, tradisi peduduk madinah ( status sama dengan sunah menurut
mereka ), Qiyqs, fatwa sahabat, Al-Mashlahah Al-Mursalah, ‘Urf, Istihsan, Istishab, Sadd Az-Zari’ah dan Sar’u Man
Qablana.
3. Mazhab Syafi’i
Asy-Syafi’i ( imam Syafi’i ) adalah orang yang menggariskan dasar-dasar
istnbath dan mensistematikannya dengan kaidah-kaidah umum secara menyeluruh ( qaidah
‘amma kulliyyah ), sehingga beliau disebut sebagai peletak dasar ( Al-Mu’assis Al-Awwal ) ilmu Ushul Fiqih. Mengingat para
fukhaha’ sebelum Asy-Syafi’i telah berijtihad, tetapi tanpa panduan istinbath
yang deskriptif. Sebaliknya mereka hanya mengandalkan pemahaman mereka terhadap
makna syariah, jangkauan hukum dan tujuannya serta apa yang diisaratkan oleh
nasn-nash dan tujuan-tujuan maqasidnya.
Sesuatu
yang luar biasa dalam Ushul fiqih Asy-Syafi’i adalah bahwa beliau telah
melakukan pembahasan Ushul secara juristik ( tasri’i ) bukan silogistik (
manthiqi ). Beliau telah menjauhkan sejauh-jauhnya Ushul fiqih dari metode
silogistik, dan terikat sepenuhnya oleh metode juristik. Beliau tidak
mengembangkan fantasi dan hipotesis teoritis, namun hanya menetapkan hal-hal
yang realistik dan eksis. Maka yang menjadi ciri khas Ushul Fiqih Asy-Syafi’i
adalah bahwa Ushul Fiqih tersebut merupakan kaidan istinbath secara mutlak.
Terlepas dari metodelogi tertentu yang menjadi metodelogi mazhabnya. Sebaliknya
, cocok untuk seluruh metodelogi, meski berbeda sekalipun.
Ushul
Fiqih Asy-Syafi’i memang bukan hanya kaidah ijtihad bagi mazhabnya, sekilipun
mazbanya harus terikat dengannya, juga tidak berisi pembelaan terhadap
mazhabnya dan penjelasan terhadap pandangannya. Namun merupakan kaidah
istinbath umum dan menyeluruh. Hal yang menjadi pendorongnya juga bukan
tendensi sektarian ( kemazhaban ), melinkan keinginan untuk menggariskan
tekhnik berijtihad serta menyusun ketentuan dan deskripsi bagi para mujtahid.
Jelasnya
maksud dan kesahihan pemahaman beliau dalam menyusun ilmu Ushul Fiqih itu telah
mempengaruhi para mujtahid dan ulama pasca Asy-Syafi’i, baik yang menentang
maupun yang mendukung pandangan-pandangannya. Sampai mereka semuanya dengan
beragam tendensinya memendang perlu untuk menempuh jalan yang telah dilaui oleh
Asy-Syafi’i, baik dalam menyusun kaidah global ( Al-Qowa’id Al-Kulliyyah )
maupun langkah di bidang fiqih dan istinbath berdasarkan kaidah kulliyah dan
‘ammah tersebut. Maka pasca beliau, fiqih telah dibangun berdasarkan kerangka
Ushul yang tetap, bukan sebagai kelompok fatwa dan keputusan sebagaimana
kondisi sebelumnya.
Hanya
saja, meskipun para ‘ulama tersebut menapaktilasi apa yang di tinggalkan
Asy-Syafi’i dari aspek pemikiran Ushul Fiqih, namun penerimaan mereka terhadap
apa yang telah di tinggalkan Asy-Syafi’i tetaplah berbeda, sesuai dengan
orientasi fiqih mereka. Diantara mereka ada yang mengikuti pandangan beliau,
mensyarah, memperluas dan berdasarkan metodeloginya menghasilkan kaidah baru.
4. Mazhab Hanbali
Pemikiran Mazhab Hanbali di awali oleh imam
Ahmad bin Hanbal. Beliau juga terkenal sebagai ‘Ulama hadist dan fiqih
terkemuka di zamannya, dan pernah belajar fiqih Ahlurra’yi kepada imam Abu
yusuf dan Asy-Syafi’i. Menurut ibnu Qayyim Al-Jauziah prinsip dasar Mazhab
Hanbali adalah :
1.
An-Nusus ( jamak dari Nas ) yaitu : Al-Qur’an,
Sunnah Nabi S.A.W dan Ijma;
2. Fatwa sahabat;
3. Jika terdapat perbedaan pendapat para sahabat dalam menentukan hukum yang
di bahas, maka akan dipilih pendapat yang lebih dekat dengan Al-Qur’an dan
Sunnah Nabi;
4. Hadist Mursal atau Hadist Dhaif yang
didukung oleh Qiyas dan tidak bertentangan dengan ijma;
5. Apabila dalam keempat dalil di atas tidak di jumpai, maka akan digunakan
Qiyas. Akantetapi, penggunaan Qiyas bagi Imam Ahmad bin Hanbal hanya dalam
keadaan yang amat terpaksa.
Intinya : Asy-Syafi’i ( imam Syafi’i ) disebut sebagai peletak dasar (
Al-Mu’assis Al-Awwal ) ilmu Ushul Fiqih. Mengingat para fukhaha’ sebelum
Asy-Syafi’i telah berijtihad, tetapi tanpa panduan istinbath yang deskriptif.
Sebaliknya mereka hanya mengandalkan pemahaman mereka terhadap makna syariah,
jangkauan hukum dan tujuannya serta apa yang diisaratkan oleh nasn-nash dan
tujuan-tujuan maqasidnya.
ISTINBATH ( pengambilan/penggalian hukum )
Ushul Fiqih
Hukum-hukum dalam Ushul Fiqih diambil ( istinbath ) dari Al-Qur’an
dan Al-Hadist,
Adapun beberapa metode istinbath yang di pakai
para ‘ulama dalam Ushul Fiqih antara lain :
o
Ijma (اِجْمَآءْ )
Kesepakatan semua ahli ijtihad pada suatu masa
setelah wafatnya Nabi Muhammad S.A.W atas sesuatu ( hukum syara ) dari suatu masalah.
o
Qiyas (قِيَاسْ )
Menyamakan sesuatu yang belum ada Nash
hukumnya dengan sesuatu yang sudah ada Nash hukumnya.
o
Mashlahah mursalah (مَصْلَحَةْ مُرْسَلَاةْ )
Kemaslahatan yang secara syara’ tidak di
buatkan hukum dalam mewujudkannya, keberadaannya dikarenakan ketidakadaan dalil
syara’ yang menunjukan dianggap atau tidaknya kemaslahatan itu.
o
Istishhab (اِسْتِصْحَابْ )
Penetapan hukum suatu perkara di masa sekarang
ataupun mendatang berdasarkan apa yang telah di tetapkan atau berlaku
sebelumnya dan belum adanya alasan yang membatalkannya.
o
Istihsan ( اِسْتِحْسَانْ
)
Mengamalkan dalil yang paling kuat diantara
dua dalil.
o
Amalan ahli madinah (عَمَلً اَهْلِ مَدِيْنَهْ )
Tradisi penduduk madinah.
o
Al-dzari’ah ( اَلذَّارِعَةْ )
Menolak kerusakan didahulukan daripada menarik
kemaslahatan.
o ‘Urf/adat
Kebiasaan yang sudah diketahui secara umum yang logis dan tidak bertentangan dengan Nash.
MAUDLU’
( objek/sasaran )
Ushul Fiqih
1. Mengatur ijtihad dan mengatur ahli hukum dalam upaya mendeduksi
hukum dari sumber-sumbernya.
2. Menetapkan hukum-hukum kulliy
berdasarkan dalil-dalil kulliy.
o
Dalil
kulliy : jenis umum dari dalil-dalil yang
membawahi beberapa bagian.
o
Hukum
kulliy : jenis umum dari hukum-hukum yang
membawahi beberapa bagian.
3. Adillah Syar’iyah ( dalil-dalil Syar’i ) yang merupakan sumber hukum dalam
ajaran islam.
ISTINDAD ( hubungan dengan ilmu lain )
Dalam
pembahasan ilmu Ushul fiqih sangatlah diperlukan ilmu-ilmu pembantu, adapun
beberapa ilmu yang berhubungan dengan Ushul Fiqih seperti :
o
Ilmu tata bahasa arab dan Qawa’idul lugahnya.
Al-Qur’an dan Al-Hadist keduanya berbahasa arab.
Olehkarenaitu orang akan mendapat kesulitan mengeluarkan hukum dari Al-Qur’an
dan Al-Hadist bila tidak memahami bahasa arab.
o Ilmu mantiq.
Ilmu yang membahas tentang alat dan formula
berfikir, sehingga orang yang ingin menggali hukum dari Al-Qur’an dan Al-Hadist
terhindar dari cara berfikir salah.
o Ilmu Tafsir.
Ilmu yang memepelejari pemaknaan Al-Qur’an
secara mendalam dan terperinci.
o Ilmu Hadist.
Ilmu yang mempelajari kebenaran dan asal
muasal dari sebuah hadist.
o Ilmu Tauhid.
Ilmu tauhid mengajarkan tentang keEsaan ALLOH
S.W.T yang menurunkan syari’at, Nabi-nabi yang membawa syari’at serta
kehujjahan syari’at tersebut.
o Ilmu Asrar At-Tasri’ ( ilmu yang membahas rahasia-rahasia tasyri’ )
Ilmu ini menerangkan maksud-maksud syara’
dalam memberikan taklif ( bebenan hukum ) kepada mukallaf, jaminan kemaslahatan
manusia dalam aturan-aturan syara’ serta menjelaskan tujuan-tujuan syara’ dalam
menetapkan aturan-aturannya.
o Ilmu Qawa’id Al-Fiqiyyah.
Ilmu yang meenerangkan kaidah-kaidah dari
hukum yang kulliy yang diambil dari dalil-dalil kulliy dan maksud-maksud syara’
guna memberi taklif kepada mukallaf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar