Minggu, 06 November 2011

EFRSTIMOLOGI USHUL FIQIH





EFRSTIMOLOGI USHUL FIQIH
PAPER
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Ushul Fiqih
IBRAHIM HASANUDIN
TARBIYAH / PAI


STAI YAPATA AL – JAWAMI
BANDUNG

TA’RIF ( pengertian ) Ushul Fiqih

            Ushul Fiqih tersusun dari dua kata, yaitu Ushul ( اصول ) dan Fiqih ( الفقه ). Secara bahasa Ushul (اصول ) merupakan jamak dari kata Ashl (اصل  ) yang berarti dasar, pondasi atau akar. ALLOH S.W.T Berfirman :

اَلَمْ تَرَكَيْفَ ضَرَبَ اللهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ اَصْلُهَا ثاَبِتٌ وَّفَرْعُهَافِى السَّمَآءِ ۝
Artinya : ” Tidakkah kamu perhatikan bagaimana ALLOH telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan akarnya ( menjulang ) ke langit.” ( QS : Ibrahim 14 : 24 ).

            Syeikh Tqiyuddin An-Nabhani ra, dalam kitab beliau Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah juz 3 menyatakan bahwa arti Ashl (اصل  ) secara bahasa adalah perkara yang menjadi dasar bagi yang lain, baik pada sesuatu yang bersifat indrawi seperti membangun dinding di atas pondasi, atau besifat ‘Aqli, seperti membangun Ma’lul di atas Illah, dan Madlul diatas Dalil.
Dan Fiqih ( الفقه ) secara bahasa bererti pemahaman ( الفهم ). ALLOH S.W.T Berfirman :
وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّنْ لِّسَانِيْ ۝ۙ يَفْقَهُوا قَوْلِيْ ۝ۖ

Artinya : “ Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka memehami perkataanku.” (QS : Thaha 20 : 27-28).
Adapun Fiqih ( الفقه ) menurut para ulama :
·         Menurut Al-Ghozali dan Al-Amidi : mamahami sesuatu secara mutlak.
·         Menurut Syeikh Abu Ishaq Asy-Sairozi : memahami sesuatu yang mendalam (daqiq).
·         Menurut Abu Hasan Al-Bashri : memahami maksud dari pembicaraan orang lain.
Sedangkan Fiqih ( الفقه ) menurut istilah Mutasarri’in ( ahli syari’ah ).

هُوَ الْعِلمُ بِالْاَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ الْعَمَلِيَةِ الْمُكْتَسَبَةِ مِنْ اَدِلَّتِهَا التَّفْصِيْلِيَّةِ
"adalah ilmu tentang hukum – hukum syar’i yang bersifat aplikatif ( di amalkan dalam kehidupan sehari-hari ) yang digali dari dalil-dalil yang terperinci.
Syeikh Muhammad ibn Shalih Al-Utsaimin ra. Memberi definisi sedikit berbeda tentang Fiqih ( الفقه ) yaitu :
مَعْرِفَةُ الْاَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ الْعَمَلِيَةِ بِأَدِلَّتِهَا التَّفْصِيْلِيَّةِ
"Mengenal tentang hukum – hukum syar’i yang bersifat aplikatif ( di amalkan dalam kehidupan sehari-hari ) melalui dalil-dalil yang terperinci." Beliau menggunakan Ma’rifah dan bukan ilmu untuk mencakup makna ilmu dan zhann sekaligus karna hukum-hukum fiqih terkadang bersifat yaqiniy ( pasti, menghasilkan ilmu ) dan kadang zhanniy ( dugaan, menghasilkan zhann ).

Pengertian Ushul Fiqih ( اصول الفقه ) secara istilah :
            Adalah : ilmu tentang dalil-dalil fiqih secara global dan cara-cara mengISTINBATHkan hukum serta hal ikhwal orang yang mengistinbathkan hukum tersebut. Sedangkan Ushul Fiqih (  اصول الفقه ),
o   Menurut syeikh TaqiyuddinAn-Nabhani ra adalah Kaidah-kaidah yang dengannya bisa di capai istinbath ( penggalian hukum ) terhadap hukum-hukum syar’i dari dalil-dalil yang terperinci.
o   Menurut syeikh ‘Atha Abu Ar-Rasytah hafizahullah adalah Kaidah-kaidah yang di atasnya di bangun ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat aplikatif yang digali dari dalil-dalil yang terperinci.
o   Menurut syeikh Muhammad Ibn Shalih Al-‘Utsaimin ra adalah ilmu yang membahas tentang dalil-dalil yang bersifat ijmaliy ( global/umum ), tatacara pengambilan faidah ( hasil pemahaman )  darinya dan keadaan mustafid ( orang yang mengambil faidah ). Yang dimaksud mustafid dalam definisi ini adalah mujttahid.
o   Menurut Dr. Wahbah Az-Zuhaili Hafizahullah adalah kaidah-kaidah yang dengannya seorang mujtahid bisa mencapai istinbath ( penggalian hukum ) terhadap hukum-hukum syar’i dari dalili-dalil yang terperinci.
o   Menurut syeikh ‘Abdul Wahhab  Khallaf ra adalah ilmu tentang kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasan yang dengannya bisa di capai pengambilan faidah terhadap hukum-hukum syar’i yang bersifat aplikatif dari dalil-dalil yang terperinci.
o   Menurut Ali Hasaballah dalam buku Ushul ‘Al Tasri Al Islami adalah kaidah-kaidah yang di jadikan sarana untuk menggali hukum-hukum syar’iyah yang berkaitan dengan perbuatan ( amaliah ) mukallaf dari dalil-dalil yang terperinci.
Al-MADNI ( peletak ) Ushul Fiqih

            Bicara tentang Al-Madni atau peletak ushul fiqih  ada 4 MAZHAB besar dalam Ushul Fiqih  ( Mazhab Ahlusunnah ).
1.     Mazhab Hanafi
pemikiran fiqih dari mazhab ini di awali oleh Imam Abu Hanifah, beliau di kenal sebagai Imam Ahlurra’yi serta faqih dari irak yang banyak di kunjungi para ‘ulama di zamannya. Mazhab hanafi dikenal banyak menggunakan Ra’yu, Qiyas dan Istihsan dalam memperoleh hukum yang tidak ada dalam NASH, kadang-kadang ulama mazhab ini meninggalkan kaidah qiyas dan menggunakan kaidah ishtihsan. Alasannya, kaidah umum      ( qiyas ) tidak bisa di terapkan dalam kasus tertentu. Mereka dapat mendahulukan Qiyas apabila suatu hadist mereka nilai sebagai hadist ahad. Sumber hukum asli dan utama yang digunakan dalam mazhab ini adalah Al-Qur’an dan Assunnah. Sementara, fatwa sahabat, Qiyas dan Ijma merupakan dalil dan metode dalam mengistinbathkan hukum islam dari kedua sumber hukum tersebut.

Tidak ditemukan catatan sejarah bahwa imam Abu Hanifah menulis sebuah buku fiqih. Akan tetapi pendapatnya masih bisa dilacak secara utuh, sebab murid-muridnya berupaya menyebarluaskan prinsipnya, baik secara lisan maupun tulisan. Seperti Imam Abu Yusuf yang dikenal juga sebagai peletak dasar Ushul Fiqih mazhab Hanafi. Beliau antara lain menuliskannya dalam kitab-kitabnya : Al-Kharaj, Ikhtilaf Abu Hanifah Wa Ibn Abi Laila dan kitab-kitab lainnya yang tidak dapat di jumpai lagi saat ini.

Ajaran Imam Abu Hanifah ini juga dilestarikan oleh Zufar bin Hudail bin Qais Al-Kufi   ( 110-158 H. ) dan ibnu Al-Lulu ( w.  204 H ). Zufar bin Hudail semula termasuk salah seorang ‘ulama ahluhadist. Akantetapi berkat ajaran yang di timbanya dari Imam Abu Hanifah langsung, beliau kemudian terkenal sebagai salah seorang tokoh fiqih mazhab Hanafi yang banyak sekali menggunakan Qiyas. Sedangkan Ibnu Al-Lulu juga maerupakan ‘ulama Mazhab Hanafi secara langsung belajar kapada imam Abu Hanifah kemudian kepada imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani.


2.     Mazhab Maliki
Pemikiran fiqih Mazhab ini di awali Oleh Imam Malik. Beliau di kenal luas oleh ulama sesamanya sebagai ahli hadist dan fiqih terkemuka serta tokoh Ahluhadist. Pemikiran fiqih dan Ushul fiqih Imam Malik dapat dilihat dari kitabnya Al-Muaththa’ yang disusun atas permintaan khalifah Harun Ar-Rasyid dan baru selesai di zaman Khalifah Al-Ma’mun. Kitab ini sebenernya merupakan kitab hadist, tetapi karena disusun  dengan sistematika fiqih dan uraian didalamnya juga mengandung pemikiran fiqih Imam Malik dan metode istinbathnya, maka buku ini disebut oleh ulama fiqih dan hadist belakangan sebagai kitab fiqih. Berkat buku ini, mazhab Maliki dapat lestari ditangan murid-muridnya sampai sekarang.

Prinsip dasar mazhab Maliki adalah Al-Qur’an, Sunnah Nabi S.A.W, tradisi peduduk madinah ( status sama dengan sunah menurut mereka ), Qiyqs, fatwa sahabat, Al-Mashlahah Al-Mursalah, ‘Urf, Istihsan,  Istishab, Sadd Az-Zari’ah dan Sar’u Man Qablana.
3.     Mazhab Syafi’i
Asy-Syafi’i ( imam Syafi’i ) adalah orang yang menggariskan dasar-dasar istnbath dan mensistematikannya dengan kaidah-kaidah umum secara menyeluruh ( qaidah ‘amma kulliyyah ), sehingga beliau disebut sebagai peletak dasar ( Al-Mu’assis Al-Awwal ) ilmu Ushul Fiqih. Mengingat para fukhaha’ sebelum Asy-Syafi’i telah berijtihad, tetapi tanpa panduan istinbath yang deskriptif. Sebaliknya mereka hanya mengandalkan pemahaman mereka terhadap makna syariah, jangkauan hukum dan tujuannya serta apa yang diisaratkan oleh nasn-nash dan tujuan-tujuan maqasidnya.
            Sesuatu yang luar biasa dalam Ushul fiqih Asy-Syafi’i adalah bahwa beliau telah melakukan pembahasan Ushul secara juristik ( tasri’i ) bukan silogistik ( manthiqi ). Beliau telah menjauhkan sejauh-jauhnya Ushul fiqih dari metode silogistik, dan terikat sepenuhnya oleh metode juristik. Beliau tidak mengembangkan fantasi dan hipotesis teoritis, namun hanya menetapkan hal-hal yang realistik dan eksis. Maka yang menjadi ciri khas Ushul Fiqih Asy-Syafi’i adalah bahwa Ushul Fiqih tersebut merupakan kaidan istinbath secara mutlak. Terlepas dari metodelogi tertentu yang menjadi metodelogi mazhabnya. Sebaliknya , cocok untuk seluruh metodelogi, meski berbeda sekalipun.
            Ushul Fiqih Asy-Syafi’i memang bukan hanya kaidah ijtihad bagi mazhabnya, sekilipun mazbanya harus terikat dengannya, juga tidak berisi pembelaan terhadap mazhabnya dan penjelasan terhadap pandangannya. Namun merupakan kaidah istinbath umum dan menyeluruh. Hal yang menjadi pendorongnya juga bukan tendensi sektarian ( kemazhaban ), melinkan keinginan untuk menggariskan tekhnik berijtihad serta menyusun ketentuan dan deskripsi bagi para mujtahid.
            Jelasnya maksud dan kesahihan pemahaman beliau dalam menyusun ilmu Ushul Fiqih itu telah mempengaruhi para mujtahid dan ulama pasca Asy-Syafi’i, baik yang menentang maupun yang mendukung pandangan-pandangannya. Sampai mereka semuanya dengan beragam tendensinya memendang perlu untuk menempuh jalan yang telah dilaui oleh Asy-Syafi’i, baik dalam menyusun kaidah global ( Al-Qowa’id Al-Kulliyyah ) maupun langkah di bidang fiqih dan istinbath berdasarkan kaidah kulliyah dan ‘ammah tersebut. Maka pasca beliau, fiqih telah dibangun berdasarkan kerangka Ushul yang tetap, bukan sebagai kelompok fatwa dan keputusan sebagaimana kondisi sebelumnya.
            Hanya saja, meskipun para ‘ulama tersebut menapaktilasi apa yang di tinggalkan Asy-Syafi’i dari aspek pemikiran Ushul Fiqih, namun penerimaan mereka terhadap apa yang telah di tinggalkan Asy-Syafi’i tetaplah berbeda, sesuai dengan orientasi fiqih mereka. Diantara mereka ada yang mengikuti pandangan beliau, mensyarah, memperluas dan berdasarkan metodeloginya menghasilkan kaidah baru.
4.     Mazhab Hanbali
Pemikiran Mazhab Hanbali di awali oleh imam Ahmad bin Hanbal. Beliau juga terkenal sebagai ‘Ulama hadist dan fiqih terkemuka di zamannya, dan pernah belajar fiqih Ahlurra’yi kepada imam Abu yusuf dan Asy-Syafi’i. Menurut ibnu Qayyim Al-Jauziah prinsip dasar Mazhab Hanbali adalah :
1.    An-Nusus ( jamak dari Nas ) yaitu : Al-Qur’an, Sunnah Nabi S.A.W dan Ijma;
2.    Fatwa sahabat;
3.    Jika terdapat perbedaan pendapat para sahabat dalam menentukan hukum yang di bahas, maka akan dipilih pendapat yang lebih dekat dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi;
4.    Hadist Mursal atau Hadist Dhaif  yang didukung oleh Qiyas dan tidak bertentangan dengan ijma;
5.    Apabila dalam keempat dalil di atas tidak di jumpai, maka akan digunakan Qiyas. Akantetapi, penggunaan Qiyas bagi Imam Ahmad bin Hanbal hanya dalam keadaan yang amat terpaksa.
Intinya : Asy-Syafi’i ( imam Syafi’i ) disebut sebagai peletak dasar ( Al-Mu’assis Al-Awwal ) ilmu Ushul Fiqih. Mengingat para fukhaha’ sebelum Asy-Syafi’i telah berijtihad, tetapi tanpa panduan istinbath yang deskriptif. Sebaliknya mereka hanya mengandalkan pemahaman mereka terhadap makna syariah, jangkauan hukum dan tujuannya serta apa yang diisaratkan oleh nasn-nash dan tujuan-tujuan maqasidnya.
ISTINBATH ( pengambilan/penggalian hukum ) Ushul Fiqih
            Hukum-hukum dalam  Ushul Fiqih diambil ( istinbath ) dari Al-Qur’an dan Al-Hadist,
Adapun beberapa metode istinbath yang di pakai para ‘ulama dalam Ushul Fiqih antara lain :
o   Ijma (اِجْمَآءْ  )
Kesepakatan semua ahli ijtihad pada suatu masa setelah wafatnya Nabi Muhammad S.A.W atas sesuatu ( hukum syara ) dari suatu masalah.
o   Qiyas (قِيَاسْ  )
Menyamakan sesuatu yang belum ada Nash hukumnya dengan sesuatu yang sudah ada Nash hukumnya.
o   Mashlahah mursalah (مَصْلَحَةْ مُرْسَلَاةْ  )
Kemaslahatan yang secara syara’ tidak di buatkan hukum dalam mewujudkannya, keberadaannya dikarenakan ketidakadaan dalil syara’ yang menunjukan dianggap atau tidaknya kemaslahatan itu.
o   Istishhab (اِسْتِصْحَابْ  )
Penetapan hukum suatu perkara di masa sekarang ataupun mendatang berdasarkan apa yang telah di tetapkan atau berlaku sebelumnya dan belum adanya alasan yang membatalkannya.
o   Istihsan ( اِسْتِحْسَانْ  )
Mengamalkan dalil yang paling kuat diantara dua dalil.
o   Amalan ahli madinah (عَمَلً اَهْلِ مَدِيْنَهْ  )
Tradisi penduduk madinah.
o   Al-dzari’ah ( اَلذَّارِعَةْ )
Menolak kerusakan didahulukan daripada menarik kemaslahatan.
o   ‘Urf/adat
Kebiasaan yang sudah diketahui secara umum yang logis dan tidak bertentangan dengan Nash.
MAUDLU’ ( objek/sasaran ) Ushul Fiqih
1.    Mengatur ijtihad dan mengatur ahli hukum dalam upaya mendeduksi hukum dari sumber-sumbernya.
2.    Menetapkan hukum-hukum kulliy berdasarkan dalil-dalil kulliy.
o   Dalil kulliy : jenis umum dari dalil-dalil yang membawahi beberapa bagian.
o   Hukum kulliy : jenis umum dari hukum-hukum yang membawahi beberapa bagian.
3.    Adillah Syar’iyah ( dalil-dalil Syar’i ) yang merupakan sumber hukum dalam ajaran islam.

ISTINDAD ( hubungan dengan ilmu lain )
            Dalam pembahasan ilmu Ushul fiqih sangatlah diperlukan ilmu-ilmu pembantu, adapun beberapa ilmu yang berhubungan dengan Ushul Fiqih seperti :
o   Ilmu tata bahasa arab dan Qawa’idul lugahnya.
Al-Qur’an dan Al-Hadist keduanya berbahasa arab. Olehkarenaitu orang akan mendapat kesulitan mengeluarkan hukum dari Al-Qur’an dan Al-Hadist bila tidak memahami bahasa arab.
o   Ilmu mantiq.
Ilmu yang membahas tentang alat dan formula berfikir, sehingga orang yang ingin menggali hukum dari Al-Qur’an dan Al-Hadist terhindar dari cara berfikir salah.
o   Ilmu Tafsir.
Ilmu yang memepelejari pemaknaan Al-Qur’an secara mendalam dan terperinci.
o   Ilmu Hadist.
Ilmu yang mempelajari kebenaran dan asal muasal dari sebuah hadist.
o   Ilmu Tauhid.
Ilmu tauhid mengajarkan tentang keEsaan ALLOH S.W.T yang menurunkan syari’at, Nabi-nabi yang membawa syari’at serta kehujjahan syari’at tersebut.
o   Ilmu Asrar At-Tasri’ ( ilmu yang membahas rahasia-rahasia tasyri’ )
Ilmu ini menerangkan maksud-maksud syara’ dalam memberikan taklif ( bebenan hukum ) kepada mukallaf, jaminan kemaslahatan manusia dalam aturan-aturan syara’ serta menjelaskan tujuan-tujuan syara’ dalam menetapkan aturan-aturannya.
o   Ilmu Qawa’id Al-Fiqiyyah.
Ilmu yang meenerangkan kaidah-kaidah dari hukum yang kulliy yang diambil dari dalil-dalil kulliy dan maksud-maksud syara’ guna memberi taklif kepada mukallaf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar