PERKEMBANGAN
METODOLOGI TAFSIR
|
MAKALAH
|
Di ajukan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi
|
Yang dibina oleh Cecep Moch. Kamal, S. Ag., M. M.
|
Oleh :
IBRAHIM HASANUDIN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM YAPATA AL-JAWAMI
BANDUNG
2011
|
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah SWT, Tuhan yang telah memberikan segala
karunia dan nikmat kepada hamba-Nya sehingga hamba-Nya harus tunduk dan
menyembah-Nya dengan penuh ketaatan. Seuntai kalimat syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, yang atas berkat rahmat
dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang sangat sederhana ini.
Shalawat dan salam keberkahan semoga tetap
terlimpahkan kepada Nabi kita, Muhammad Saw,
kepada keluarganya para sahabatnya
hingga sampai kepada kita sebagai umatnya.
Selanjutnya, makalah yang berjudul ” Perkembangan Metodologi Tafsir '' ini
merupakan aktualisasi dari penulis
dalam memenuhi tugas pada mata kuliah Tafsir Tarbawi dan merupakan bahan / materi untuk presentasi di kelas. Penulis menyadari akan kekhilafan
dan kekurangan dalam pembahasan atau dalam penuturan
bahasanya. Oleh karenanya, penulis
berharap sumbangan
kritik yang kontruktif dari para pembaca demi perbaikan di masa yang akan datang.
Atas partisipasinya semoga Allah SWT.
senantiasa memberikan imbalan yang setimpal. Amin
ya robbal 'aalamin.
Bandung, 01 Desember 2011
Penulis
PERKEMBANGAN METODOLOGI
TAFSIR
PENDAHULUAN
Tafsir al-Qur'an adalah ilmu pengetahuan untuk memahami
dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur-an dan isinya berfungsi sebagai
mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan Al
Qur’an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami dan samar artinya,
dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur'an diperlukan bukan hanya pengetahuan
bahasa Arab saja tetapi juga berbagai macam ilmu pengetahuan yang menyangkut
Al-Qur-an dan isinya, Ilmu untuk memahami Al-Qur'an ini disebut dengan Ushul
Tafsir atau biasa dikenal dengan Ulumul Qur'an, terdapat dua
bentuk penafsiran yaitu at-tafsir bi Al ma’tsur dan at-tafsir bi Ar ra’yi,
dengan empat metode, yaitu ijmali, tahlili, muqarin dan maudhu’i. Sedangkan
dari segi corak lebih beragam, ada yang bercorak sastra bahasa, fiqh, teologi,
filsafat, tasawuf, ilmiyah dan corak sastra budaya kemasyarakatan.
Tafsir berasal dari kata al-fusru yang
mempunyai arti al-ibanah wa al-kasyf (menjelaskan dan menyingkap sesuatu).
Menurut pengertian terminologi, seperti dinukil oleh Al-Hafizh As-Suyuthi dari
Al-Imam Az-Zarkasyi ialah ilmu untuk memahami kitab Allah SWT yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW, menjelaskan makna-maknanya, menyimpulkan hikmah dan
hukum-hukumnya.
Usaha menafsirkan Al-Qur’an sudah dimulai semenjak zaman para
sahabat Nabi sendiri. ‘Ali ibn Abi Thâlib (w. 40 H), ‘Abdullah ibn ‘Abbâs (w.
68 H), ‘Abdullah terkenal banyak
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dibandingkan dengan sahabat-sahabat yang lain.
Sejarah Tafsir Al-Qur'an
Sejarah ini diawali dengan masa Rasulullah SAW masih hidup seringkali timbul beberapa
perbedaan pemahaman tentang makna sebuah ayat. Untuk itu mereka dapat langsung
menanyakan pada Rasulullah SAW. Secara garis besar ada tiga sumber utama
yang dirujuk oleh para sahabat dalam menafsirkan Al-Qur'an :
- Al-Qur'an itu sendiri, karena kadang-kadang satu hal
yang dijelaskan secara global di satu tempat dijelaskan secara lebih
terperinci di ayat lain.
- Rasulullah SAW, semasa masih hidup para sahabat dapat bertanya langsung pada Beliau. tentang
makna suatu ayat yang tidak mereka pahami atau mereka berselisih paham
tentangnya.
- Ijtihad dan Pemahaman mereka sendiri, karena
mereka adalah orang-orang Arab asli yang sangat memahami makna perkataan
dan mengetahui aspek kebahasaannya. Tafsir yang berasal dari para sahabat
ini dinilai mempunyai nilai tersendiri menurut jumhur ulama karena
disandarkan pada Rasulullah SAW terutama pada masalah azbabun nuzul. Sedangkan pada hal yang dapat dimasuki
ra’yi maka statusnya terhenti pada sahabat itu sendiri selama tidak disandarkan pada
Rasulullah SAW.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah menuntut pengembangan metodologi tafsir dengan memasukan unsur ijtihad yang lebih besar. Mekipun begitu mereka tetap
berpegangan pada Tafsir bi al-Matsur dan metode lama dengan pengembangan ijtihad
berdasarkan perkembangan masa tersebut. Hal ini melahirkan apa yang disebut
sebagai tafsir bi al-ra’yi yang memperluas ijtihad dibandingkan masa sebelumnya. Lebih lanjut
perkembangan ajaran tasawuf melahirkan pula sebuah tafsir yang biasa
disebut sebagai tafsir isyarah.
“ Metode dan Metodologi Tafsir “
Kajian tentang metodologi tafsir bisa dikatakan
baru lahir dalam pemikiran para intelektual Islam. Buktinya, setelah tafsir
mengalami perkembangan pesat sementara metodologi baru bisa dipakai sebagai
objek kajian. Itu menunjukkan bahwa kajian tafsir ini lebih awal dari pada
metodologinya.
Dalam perspektif historisnya semua penafsiran
itu pasti menggunakan metode- metode yang ada dalam menafsirkan al-Qur’an. Akan tetapi
metode-metode tersebut disesuaikan dengan sudut pandang para mufasir, tentu
tidak akan keluar dari ruang lingkup keilmuannya. Para mufasir menggunakan
metode tersebut hanya secara aplikatif saja, belum dijelaskan secara eksplisit.
Lambat laun setelah ilmu pengetahuan Islam mengalami perkembangan kemudian
mulai mengkaji metode ini dan akan melahirkan yang namanya metodologi tafsir.
Metode adalah cara yang teratur yang sistimatis
untuk pelaksanaan sesuatu cara kerja. Metode dalam
bahasa Arab biasanya disebut dengan “al-manhaj” atau “al-thariqat
al-tanawih.” Menurut Dr. Ibrahim Syarif definisi metode adalah suatu cara
atau alat untuk menganalisasikan tujuan aliran-aliran tafsir.
Metodologi berasal dari dua kata : method dan logos. Dalam
bahasa Indonesia method dikenal dengan metode yang artinya cara yang teratur
dan terpikirkan baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya), cara kerja
yang bersistem untuk memudahkan pelaksanan sesuatu kegiatan guna mencapai
tujuan yang ditentukan. Sedangkan logos diartikan
ilmu pengetahuan.
Metodologi dapat didefinisikan sebagai
pengetahuan mengenai cara-cara untuk menelaah lebih jauh dari kandungan
al-Qur’an. Disamping itu ia juga merupakan alat untuk menggali pesan-pesan yang
terkandung dalam al-Qur’an. Oleh karena itu, para mufasir akan menghasilkan
kitab tafsir yang sesuai metodologi yang mereka gunakan.
Metode tafsir
secara klasik dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:
•Bi
al-Ma’tsur
•Bi
al-Ra’yi.
Prof. Dr.
Quraish Shihab memaparkan tentang cakupan metode-metode tafsir yang dikemukakan
oleh ulama’ mutaqaddim dengan ketiga coraknya:
•al-Ra’yu
•al-ma’tsur
•al-Isyari
Ketiga corak
tersebut disertai penjelasan tentang syarat-syarat diterimanya suatu penafsiran
serta metode pengembangannya; dan mencakup juga metode-metode mutaakhir yang
ada empat macam:
•Tahliliy
•Ijmaliy
•Muqarin
•Mawdlu’iy.
Berbeda dengan
Prof. Dr. H. Abd. Djalal, HA yang membagi metode tafsir menjadi
empat antara
lain:
•Tinjauan dari segi sumber penafsiran
•Cara penjelasan
•Keluasan penjelasan
•Sasaran dan tertib ayat yang sitafsirkan.
Sedangkan, Abdurrahman
membagi metode menjadi tiga:
•Metode
naqli (bi al ma’tsur)
•Metode lughawi
•Metode aqli (ijtihadi).
Untuk lebih praktisnya mempelajari al-Qur’an
dengan keanekaragaman penafsiran, maka berikut ini dipaparkan tentang
pengelompokan macam-macam metode sesuai dengan titik tekan dan sisi sudut
pandangnya masing-masing.
A. Metode
tafsir al Qur’an bila ditinjau dari segi sumber penafsirannya, ada 3
macam:
1.Metode tafsir
al Ma’tsur / bi al Riwayah / bi al Manqul
Yaitu tata cara menafsirkan ayat-ayat al Qur’an
yang didasarkan atas sumber penafsiran al-Qur’an, al
Hadits, Dari riwayat sahabat dan tabi’in.
Nama-nama kitab
tafsir yang tergolong bi al Ma’tsur:
· Jami’ Al Bayan
Fi Tafsiri Al Qur’an: Ibnu Jarir Ath Thabari (W. 310 H).
· Al Kasyfu Wa Al
Bayan Fi Tafsiri Al Qur’an: Ahmad Ibnu Ibrahim (W. 427 H).
· Ma’alimu Al
Tanzil: Imam Al Husain Ibnu Mas’ud Al Baghawi (W. 516 H).
· Al Jami’ Li
Ahkam Al Qur’an: Al Qurthubi (W. 671 H).
·
Tafsir Al Qur’an Al Adhim: Imam Abul Fida’ Ismail
Ibnu Katsir (W. 774 H).
·
Ad Durru Al Mantsur Fi Tafsir Bi Al Ma’tsur:
Jalaluddin As Suyuthi (W. 911
2. Metode
tafsir bi al Ra’yi / bi al Dirayah / bi al Ma’qul
Ialah cara menafsirkan ayat-ayat al Qur’an yang
didasarkan atas sumber ijtihad dan pemikiran mufasir terhadap tuntunan kaidah
bahasa Arab dan kesusastraannya, teori ilmu pengetahuan setelah dia menguasai
sumber-sumber tadi.
Nama-nama kitab
tafsir yang tergolong bi al Ra’yi:
•Mafatihu
Al Ghaib: Fahruddin Ar Razi (W. 606 H).
•Anwarul Al Tanzil Wa Haqaiqu Al Ta’wil: Imam Al Baidhawi (W. 692 H).
•Madariku Al Tanzil Wa Haqaiqut Ta’wil: Abdul Barakat An Nasafi (W.
710).
•Lubabual Ta’wil Fi Ma’anit Tanzil: Imam Al Khazin (W. 741 H).
3. Metode
tafsir bi al Iqtirani (perpaduan antara bi al Manqul dan bi al Ma’qul)
Adalah cara menafdirkan al Qur’an yang
didasarkan atas perpaduan antara sumber tafsir riwayah yang kuat dan dan shahih
dengan sumber hasil ijtihad pikiran yang sehat.
Nama-nama kitab
tafsir yang tergolong bi al Iqtirani:
•Tafsir Al Manar: Syaikh Moch Abduh&Syaikh
Rasyid Ridlo (W.1354 H/1935 M).
•Al
Jawahirul Fi Tafsir Al Qur’an: Tanhawi Al Jauhari (W. 1358 H).
•Tafsir
Al Maraghi: Ahmad Musthafa Al Maraghi (W. 1371 H / 1952 M).
B.
Metode tafsir al Qur’an bila ditinjau dari segi
cara penjelasannya terhadap tafsiran ayat-ayat al Qur’an, maka metode tafsir
ada dua macam:
a. Metode
Bayani / Metode Deskripsi
Ialah penafsiran dengan cara menafsirkan
ayat-ayat al Qur’an hanya dengan memberikan keterangan secara deskripsi tanpa
membandingkan riwayat / pendapat dan tanpa menilai (tarjih) antar sumber.
Nama kitab
tafsir yang tergolong metode ini:
· Ma’alim Al
Tanzil: Imam Al Husain Ibnu Mas’ud Al Baghawi (W. 516 H).
b. Metode
tafsir Muqarin / komperasi
Yaitu membandingkan ayat dengan ayat yang
berbicara dalam masalah yang sama, ayat dengan hadits (isi dan matan), antara
pendapat mufasir dengan mufasir lain dengan menonjolkan segi-segi perbedaan.
Nama kitab
tafsir yang tergolong metode ini:
· Al Jami’ Li
Ahkam Al Qur’an: Imam Al Qurthubi (W. 671 H).
C.
Metode tafsir ditinjau
dari segi keluasan penjelasan tafsirannya, maka ada 2 macam:
a. Metode
tafsir Ijmaly
Adalah penafsiran dengan
cara menafsirkan ayat al Qur’an hanya secara global saja yakni tidak mendalam
dan tidak pula panjang lebar, sehinnga bagi orang awam akan lebih mudah untuk
memahami.
Nama kitab
tafsir yang tergolong metode ini:
· Tafsir Al
Qur’an Al Karim: M. Farid Wajdi.
·
Tafsir Wasith: Majma’ul Bukhtusil Islamiyah.
b.
Metode tafsir
Ithnabi
Ialah penafsiran dengan cara menafsirkan ayat al
Qur’an hanya secara mendetail/rinci, dengan uraian-uraian yang panjang lebar,
sehingga cukup jelas dan terang yang banyak disenangi oleh para cerdik pandai.
Nama kitab
tafsir yang tergolong metode ini:
· Tafsir Al
Manar: Syaikh Muhammad Abduh&Syaikh Rasyid
Ridlo(W.134 H).
· Tafsir Al Maraghi:
Ahmad Musthafa Al Maraghi (W. 1371 H / 1952 M).
·
Tafsir Fi Dhilalil Qur’an: Sayid Quthub (W.
1996 M).
D.
Metode tafsir ditinjau
dari segi sasaran dan tertib ayat-ayat yang ditafsirkan, maka metode penafsiran
al Qur’an ada 3 macam:
a.
Metode tafsir Tahlily
Adalah menafsirkan ayat-ayat al Qur’an dengan
cara urut dan tertib dengan uraian ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf, dari
awal surat al Fatihah hingga akhir surat an-Nas.
Nama kitab
tafsir yang tergolong metode ini:
· Mafatihul
Ghaib: Fahruddin Ar Razi (W. 606 H).
· Tafsir Al
Maraghi: Ahmad Musthafa Al Maraghi (W. 1371 H / 1952 M).
b. Metode
tafsir Maudlu’iy
Ialah suatu penafsiran
dengan cara mengumpulkan ayat mengenai satu judul/topic tertentu, dengan
memperhatikan masa turunnya dan asbabul nuzul ayat, serta dengan mempelajari
ayat-ayat tersebut secara cermat dan mendalam, dengan memperhatikan hubungan
ayat yang satu dengan ayat yang lain di dalam menunjuk pada suatu permasalahan,
kemudian menyimpulkan masalah yang dibahas dari dilalah ayat- ayat yang
ditafsirkan secara terpadu.
Nama kitab
tafsir yang tergolong metode ini:
· Al Mar’atu Fi
Al Qur’an Al Karim: Abbas Al Aqqad.
· Ar Riba Fi Al
Qur’an Al Karim: Abul Ala Maududi.
· Al Mahdatu Al
Mankhiyah: Dr. M. Hijazi.
· Ayati Al
Kauniyah: Dr. Abdullah Syahhatah.
c.
Metode tafsir
Nuzuly
Yaitu menafsirkan ayat-ayat al Qur’an dengan
cara urut dan tertib sesuai dengan urutan turunnya ayat al Qur’an.
Nama kitab
tafsir yang tergolong metode ini:
· Al Tafsir Al
Bayani Li Al Qur’an Al Karim: Bintu Asy Syathi.
· Suratu Ar
Rahman Wa Suwaru Qishar: Syauqiy Dhaif.
· Tafsir Al
Qur’an Al Karim: Prof. Dr. Quraish Shihab, MA
“ Aliran
penafsiran “
Para mufasir
yang mempunyai kecenderungan tersendiri dalam menafsirkan ayat-ayat al
Qur’an itu akan menimbulkan aliran-aliran tafsir al Qur’an. Diantaranya ialah tafsir lughawi/adabi,
al fiqhi, shufi, I’tiqadi, falsafi, asri/ilmi, ijma’i.
Menurut Prof. Dr. H. Abdul
Djalal HA bahwa aliran tafsir al Qur’an ada tujuh yakni: tafsir lughawi/adabi,
al fiqhi/ahkam, shufi/isyari, I’tizali, syi’i/bathini, aqli/falsafi, ilmi/ashri.
Menurut Prof. Dr. Quraish Shihab, aliran (corak) tafsir
ada: corak fiqhiy, shufiy, ilmiy, bayan, falsafiy, adabiy, ijtima’iy.
Perinciannya
sebagai berikut:
1. Tafsir
lughawi / adabi
Ialah tafsir yang menitik beratkan pada unsur bahasa,
yaitu meliputi segi I’rab dan harakat bacaannya, pembentukan kata, susunan
kalimat dan kesusateraan.
•Al
Kasyaf: Az Zamakhsyari.
•Al
Bahr Al Muhith: Al Andalusi.
2. Tafsir
al fiqhi
Adalah tafsir al Qur’an
yang beraliran hukum / fiqh yang titik sentralnya pada bidang hukum.
•Tafsir Al Jami’ Li Ahkam
Al Qur’an: Al Qurthubi.
•Tafsir Ahkam Al Qur’an: Ibnu Arabi
•Tafsir Ayati Al Ahkam: Muhammad Ali As Sayis.
3. Tafsir
shufi
Yaitu tafsir al Qur’an yang beraliran tasawuf, kajiannya
menitik beratkan pada unsur-unsur
kejiwaan.
4. Tafsir
i’tiqadi
Adalah tafsir al Qur’an
yang beraliran aqidah, baik Dari golongan mu’tazilah maupun syi’ah, dengan
dititik sentralkan pada bidang aqidah.
5. Tafsir
falsafi
Ialah tafsir al
Qur’an yang beraliran filsafat yang menitik beratkan pada bidang
filsafat dengan
menggunakan jalan dan pemikiran filsafat.
6. Tafsir ilmi / ashri
Yakni tafsir al Qur’an yang beraliran modern/ilmiah, titik sentralnya pada
bidang ilmu pengetahuan umum, untuk menjelaskan makna ayat-ayat al Qur’an,
terutama berkisar pada masalah alam (fisika) atau ayat-ayat kauniyah.
•Al Jawahir: Thanthawi
Jauhari
•Al Tafsir Al Ilmi Li Al Ayat Al Kauniyah Fi Al Qur’an: Dr. Hanafi
Ahmad.
•Tafsir Al Ayat Al Kauniyah: Abdullah Syahhathah.
•Min Al Ayat Al Kauniyah Fi Al Qur’an Al Karim: Dr. Moch Jalaluddin Al
Fandi.
7. Tafsir
ijma’i
Adalah penafsiran yang
melibatkan kenyataan sosial yang berkembang di masyarakat.
•Tafsir Fi Dhilalil Qur’an: Sayyid Quthb.
•Tafsir Al Manar: Syaikh Muhammad Abduh Dan Syaikh Rasyid Ridla.
Sebagai bahan
perbandingan, dalam buku yang lain tertulis metode tafsir terbagi
menjadi empat
yaitu:
1. Metode
Tahlili
Ditinjau dari
segi kecenderungan para mufasir metode ini berupa:
•Al
tafsir bi al ma’tsur
•Al tafsir bi al ra’yi
•Al tafsir al shufi
•Al
tafsir al fiqhi
•Al tafsir al falsafi
•Al tafsir al ilmi
•Al tafsir al adabi
•Al tafsir al ijtima’i.14
2. Metode
Ijmali
Kitab-kitab
tafsir yang mengikuti metode ini antara lain:
•Tafsir
Jalalain : Jalal Ad Din
Al Suyuthi Dan Jalal Ad Din Al Mahali.
•Tafsir
Al Qur’an Al Adzim : Muhammad
Farid Wajdi.
•Tafsir
Al Wasith : Sebuah Komite Ulama’ Al Azhar Mesir.
3. Metode
Muqaran
Salah satu
karya tafsir yang lahir di zaman modern ini yang memakai metode ini
ialah:
·
Qur’an and its Interpreters: Prof. Mahmud
Ayyub.
4. Metode
Mawdhu’i
Ada dua cara
dalam tata kerja metode ini:
1.
Menghimpun seluruh ayat-ayat al Qur’an yang berbicara tentang satu masalah
(tema) tertentu serta mengarah pada suatu tujuan yang sama, sekalipun turunnya
ayat berbeda dan tersebar dalam pelbagai surat al Qur’an.
2.
Penafsiran yang dilakukan berdasarkan surat al
Qur’an. Enam langkah seseorang untuk mengikuti
metode ini:
1) Memilih atau menetapkan masalah al Qur’an yang akan dikaji secara
mawdhu’i.
2) Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berhubungan (kaitan) dengan masalah yang telah
ditetapkan, ayat Makiyah dan Madaniyah.
3) Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi masa
turunnya, disertai pengetahuan mengenai latar belakang (asbabul al nuzul).
4) Mengetahui hubungan (munasabah) ayat-ayat tersebut dalam masing-masing
suratnya.
5) Menyusun tema bahasan dalam kerangka yang pas, utuh, sempurna dan
sistematis.
6) Melengkapi uraian dan pembahasan dengan hadits bila dipandang perlu,
sehingga pembahasan semakin sempurna dan jelas.
KESIMPULAN
Metode adalah cara yang teratur yang sistimatis
untuk pelaksanaan sesuatu cara kerja. Metode dalam
bahasa Arab biasanya disebut dengan “al-manhaj” atau “al-thariqat
al-tanawih.” Menurut Dr. Ibrahim Syarif definisi metode adalah suatu cara
atau alat untuk menganalisasikan tujuan aliran-aliran tafsir.
Metodologi berasal dari dua kata : method dan logos. Dalam
bahasa Indonesia method dikenal dengan metode yang artinya cara yang teratur
dan terpikirkan baik-baik untuk mencapai suatu tujuan dan cara kerja yang
bersistem untuk memudahkan pelaksanan sesuatu kegiatan guna mencapai tujuan
yang ditentukan. Sedangkan logos diartikan sebagai
ilmu pengetahuan.
Metodologi dapat didefinisikan sebagai
pengetahuan mengenai cara-cara untuk menelaah lebih jauh dari kandungan
al-Qur’an. Disamping itu ia juga merupakan alat untuk menggali pesan-pesan yang
terkandung dalam al-Qur’an.
Metode tafsir secara klasik dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu: Bi al-Ma’tsur dan Bi
al-Ra’yi.
Metode tafsir mutaakhir ada
empat macam yaitu : ijmali, tahlili, muqarin dan maudhu’i.
Dan menurut Prof. Dr. H.
Abdul Djalal HA bahwa aliran tafsir al Qur’an ada tujuh yakni: tafsir
lughawi/adabi, al fiqhi/ahkam, shufi/isyari, I’tizali, syi’i/bathini,
aqli/falsafi, ilmi/ashri.
DAFTAR RUJUKAN
http://id.wikipedia.org/wiki/Tafsir_al-Qur%27an#Metodologi_Tafsir_Al-Qur.27an
http://mytafsirquran.wordpress.com/2009/03/14/bab-2-sejarah-perkembangan-tafsir-pada-zaman-rasulullah-saw-sahabat-dan-tabiin/